1.
Teater Sahita dengan judul naskah ‘’Serimpi ketawang
lima genap’’
Teater ini menceritakan kehidupan seorang
yang usia lanjut atau sudah tua, mereka sama-sama menunggu waktu, sama-sama
menanti mati, menjelang itu tejadi meeka mengisi hidup mereka dengan gembira
sambil menari, menyanyi dan bercengkrama satu sama lainnya.
Salah satu asumsi yang berkembang adalah
kurangnya pertimbangan oleh kreator tentang aspek kemampuan daya tangkap
penonton sesuai dengan kebutuhan dan tujuanapresiatif masyarakat indonesia
secara umum yang lebih interest mengapresiasi karya-karya popuer untuk tujuan
mencari keceriahan dan pelipur duka.
Menurut saya Teater ini sangat menghibur
para penonton, dan apalagi para aktor begitu ssemangatnya walau usia mereka
sudah tua tetapi mereka begitu enerjik, menurut saya yang saya tidak suka dari
teater atau pertunjukan ini adalah mereka mengunakan bahasa daerah sehingga
saya sulit untuk menangkap maksud dari dialog mereka tersebut.
2.
Teater Hampa Indonesia
Universitas Negeri Malang dengan judul naskah ‘’Mitos’’
Teater ini mencritakan tentang seorang
gadis muda yang bernama Zainap yang kerjanya pelukis payung kertas dan ia hidup
bersama ibinya di jawa, dan umurnya sudah matang untuk menikah, Asep seorang
pemuda yang asal sunda menjadi dambaan hati Zainap.
Pada suatu hari ibu Zainap mengetahui
hubungan putrinya dengan Asep dan ia juga mengetahui bahwa asep adalah orang
sunda, dan ia mengelak kalau putrinya besuamikan orang sunda karena dalam
kepercayaan orang dulu yang melarang orang jawa menikah dengan orang Sunda,
padahal sebenarnya alasan yang paling kuat adalah sewaktu Zainap bayi ia
ditingal pergi oleh suaminya dan tidak ada kabar berita yang ia dapatkan.
Menurut saya naskah yang mereka angkat
cukup menariktetepi mereka meminkan nya mono dan tokoh yang mereka perankan
tidak hidup, mereka idak memikirkan kesadaran ruang waktu berada diatas
panggung.
3.
IsI Padang Panjang dengan
judul naskah ‘’RT 0 RW O’’
Naskah ini menceritakan tentang sebuah
fenomena masyarakat marjinal yang tinggal dikolong jembatan, mereka menjalani
kehidupan dengan kasar dan keras disini tidak ada lagi pencitraan, rasa malu,
bahkan harga diripun telah hilang.
Gelandangan kemudian menjadi identitas,
yaitu sebuah identitas terhadap orang-orang kumuh yang tanpa perlindungan,
tanpa jaminan kesehatan, tanpa pendidikan dan setiap waktu duburu-buru rasa
takut.
Menurut saya teater ini menarik sebab
menceritakan problema yang terjadi di masyarakat kelas bawah apalagi dengan
adanya adegan para aktor menyanyi dangdut, yang saya tidak suka yaitu
pertunjukannya terlalu lama.
4.
ISI Padang Panjang dengan
judul naskah ‘’Siti Baheram’’
Menceritakan kisah di tanah Pariaman
seorang wanita yang tertindas oleh suami nya yang kerjanya hanya berjudi,
mabuk-mabukan. Suatu hari ia bertemu dengan seorang pemuda yang bernama juki
dan ia smpat berselingkuh dangan juki. Juki seorang pemuda yang gagah namun
berwatak keras ia meminta uang kepada ibunya untuk pergi merantau dengan maksud
meruba nasib, namun apa yang terjadi paerselingkuhan juki dengan siti baheram
ternyata diketahui oleh orang-orang dan para petinggi adat dan ia pun dijatuhi
hukuman gantung akibat perbuatannya.
Pendapat saya cerita ini sangat bagus
banyak pelajaran dan pesan moral yang dapat kita patik dari naskah yang
dimainkan tersebut, kelemahannya partunjukan nya sangat panjang atau lama
sehingga penonton jadi bosan.
5.
Insitut Kesenian Jakarta
dengan naskah ‘’wek-wek’’
Ruang persidangan, dimana pun itu sejatinya
adalah tempat mencari keadilan semua orang baik miskin maupun kaya, pejabat
atau rakyat jelata berharap mendapat keadilan diruangan itu. Mereka bermain
menghibur tapi menurut saya lebih ke entertain atau bentuk film.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar