Revieu
buku
Sandiwara pernah memperoleh posisi signifikan dalam
masyarakat minangkabau di sumatra barat, sandiwara tidak hanya menjadi sekedar
tontonan dan hiburan tetapi mengambil bagian penting dalam berbagai kegiatan
masyarakat dilingkup nagari, perkembangan sandiwara sebagai teater rakyat dalam masyarakat minang kabau di sumatera
barat berbasis produksi di nagari-nagari membuat sandiwara berhadapan lansung
dengan randai seni teater rakyat minang kabau.
Penamaan sandiwara mengingatkan tentang campur tangan
kolonialisme dalam sejarah dramatik di Indonesia, sandiwara adalah sebuah
istilah dalam bahasa jawa yang digunakan sebagai pengganti kata tonil yang
berarti drama dan umumnya diartikan sebagai pengajaran terselubung atau
tersembunyi, sandiwara semula adalah seni dramatik yang dikembangakan bumi
putra pra indonesia dalam melawan hemegomi budaya lokal, kontestasi atau
tradisi dan modernitas dalam teater
sebagaimana yang tampak pada sandiwara dapat dilihat sebagai konsekuensi
sebagai keterlibatan sebuah masyarakat dengan kebudayaan modern.
Intervensi modernisasi inilah yang kemudian menghasilkan
hibiritas dalam teater yaitu percampuran komponen dari beberapa dari kategori
teater yang berbeda yang bisanya diikuti pula oleh sinkretinitas, hibrinitas
dan sinkretisitas menunjukan berlangsungnya diferensiasi budaya yang menandai
pula keterlibatan paartisipasinya dengan perubahan politik dan sosial
kemasyarakatan, gagasan modern yang tumbuh setelah poskolonial mendorong pula
sebagai sni darmatik yang menyingkapi kondisi sosial yang baru yang dihasilkan
oleh modernisasi dan berdirinya negara kebangsaan. Sandiwara adalah bagian dari
kondisi poskolonial yang menghiasi masyarakat minang kabau yang dengan kata
lain berpotensi menjadi semacam drama dalam masyarakat minangkabau di sumatera
barat.
Rombongan-rombongan profesional operah melayu dipandang
sebagai teater yang kurang kualitasnya jika dibanding tonil yang diajarkan namuan
sejarah teater indonesia kemudian nencatat bahwa opera melayu sama pentingnya
dengan tonil kolonial belanda dalam hal membangun teater modern Indonesia ,
pendekatan poskolonial dapat digunakan untuk membongkar fakta poskolonialitas
yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi poskolonial yaitu akibat
hetegemoni budaya yang di praktikkan kolonialisme beserta warisan-warisanya
dalam hal ini poskolonialitas dalam teater dalam sandiwara, selanjutnya drama
pos kolonial dapat pula digunakan untuk melihat bagaimana masyarakat
poskolonial menyingapi pos kolonialisme dan kolonialisme melalui seni dramatik
atau teater.
Gambaran tentang perkembangan seni dramatik di sumatera
barat kemudian dipengaruhi pula oleh tonil sekolah yang dikembangkan oleh
kolonial Belanda, bentuk sekolah tonil yang berkembang disekolah raja
(kweekschool) Bukittinggi dokumen itu dapat di hubungkan sinyelemen A.A Navis
bahwa pada tahun 1926 seorang guru berkebangsaan belanda di kweekschool
Bukittinggi mengangkat cerita cindu mato kedalam bentuk sandiwara denga n tokoh
bundo kanduang ditampilkan sebagai ratu yang aristokratik. Strategi kebudayaan
kolonial jepang yang berusaha melenyapkan berbagai anasir kebudayaan jepang
Eropa dari Nusantara munculnya grup-grup sandiwara di Zaman pendudukan Jepang
kedatangan kolonial jepang bersama propaganda
kebudayaannya menjadi momentum bagi kebangkitan kembali dunia pentas
sandiwara.
Memasuki tahun 1950 di sumatera barat berkembang dua tipe
sandiwara yaitu, sandiwara keliling, sandiwara pelajar. Sandiwara keliling di
pentaskan dari pasar malam ke pasar malam dan sandiwara pelajar di gelar oleh
sekolah-sekolah,sementara itu sandiwara pelajar digerakkan oleh para guru yang mendapatkan
pendidikan,lakon lakon yang dimainkan oleh sandiwara pelajar lebih banyak
ditujukan kepentingan pendidikan,terutama sejarah perjuangan bangsa dan nilai
nilai nasionalisme.
Selain sandiwara yang berafiliasi dengan partai di
sumatera barat mulai mengejala atau berkembang sandiwara radio yang disiarkan
melalui RRI ,para perantau Minang kabau terutama yang berada di Jakarta mereka
mengembangkan organisasi-organisasi persatuan berdasarkan daerah asal juga
mendirikan organisasi kesenian,salah satu kegiatan mereka adalah pementasan sandiwara
dengan lakon Cindua Mato kaba yang paling populer di kalangan masyarakat Minang
Kabau yang diselenggarakan di hotel Indonesia dan TIM Jakarta.di Sumatera Barat
inovasi kebudayaaan itu ditandai dengan berdirinya konservatori karawitan
kemudian dikenal dengan sebagai ASKI Padang Panjang,semua gejala ini dapat
dilihat sebagai bagian dari strategi pemulihan harga diri yang dicanangkan oleh
Gubernur saat itu.Berkembangnya rombongan sandiwara profesional di Sumatera
Barat yang datang dari berbagai daerah dan melaksanakan pertujukan
dipasar-pasar malam.
Grup –grup sandiwara profesional mengaktualisasikan
kembali gaya-gaya pementasan bangsawan yaitu gabungan antara seni peran dengan
sajian nyanyian dan tarian,sementara itu sandiwara yang melanjutkan tradisi
sandiwara di daktis tetap mendapatkan
tempat dalam dunia pendidikan Sumatera Barat,pelajaran yang terpenting
dalam hal pendidikan kesenian ialah pelajaran sandiwara atau drama yang penting
disini bukanlah berlakon akan tetapi mengadakan pertunjukan yang akan
menampilkan macam-macam kemampuan murid seperti
berlakon,berlelucon,menyanyi,menari dan sebagainya.
Sebuah konvensi pementasan seni dramatik secara tidak
sengaja telah diwariskan melalui gedung-gedung peninggalan kolonial Belanda
yaitu konfensi prosenium,sandiwara mulai tumbuh dan berkembang secara luas
dalam masyarakat Minang Kabau meski potensinya tampak telah ada sejak jauh-jauh
hari,budaya sandiwara sebagaimana terindikasi pula tumbuh dalam interaksi
antara berbagai anasir seni dramatik dengan berbagai tujuan pola dan gaya yang
mempengaruhi oleh semangat zaman masing-masing antara lain opera
melayu,tonil,sandiwara didaktis,sandiwara keliling,randai.
Pembatasan masing-masing kasus dilakukan berdasarkan
nagari dengan keyakinan bahwa proses perkembangan sandiwara akan sangat
ditentukan oleh ruang lingkup wilayah secara tradisional,persatuan wilayah
terkecil dalam masyarakat di Sumatera Barat adalah Nagari,dengan hanya memilih
tiga kasus diharapakan akan didapatkan cukup informasi untuk merumuskan sandiwara
tersebut yakni dengan melihat kesamaan pola oleh karena itu dapat dikatakan
kesimpulan-kesimpulan akan lebih banyak didasarkan pada temuan dan
variabel-variabel yang ditetapkan akan ditemukan pada setiap sampel.
Kesenian mengambil inspirasi dipengaruhi oleh struktur
sosial yang melingkupinya terlebih dalam seni teater ,tindakan manusia dalam
lingkungan sosial kulturalnya menjadi pokok tontonan,kualitas suatu seni
dramatik atau teatrikal seringkali dinilai berdasarkan ketepatannyadalam
menyerap dan menyikapi kehidupan sosial disekitarnya yang terkadang melampaui
penilaian terhadap aspek-aspek teknis seninya.
Bukan hal yang mengagetkan bila karya-karya seni yang
secara artistik dipandang oleh sebagian kalangan terutama para akademisi seni
sendiri sebagai karya yang kurang bermutu ternyata justru digemari masyarakat
luas,persoalannya tentulah bukan kesederhanaan dan apriori dugaan selama ini
bahwa selera artistik masyarakat penonton yang rendah namun kiranya cukup bisa
pula dimengerti bahwa ketepatan karya yang bersangkutan untuk merespon
persoalan-persoalan yang dekat penontonnya beserta tawaran-tawaran pemecahan
masalah yang diketengahkan sehingga menjadi sebab dari fenomena
tersebut,artinya proses produksi seni dramatik diandaikan selalu dilaksanakan
dengan meletakkan kerangka sosial tertentu sebagai referensi.
Perubahan-perubahan dalam ilmu drama turgi kerap
kali distimulsi oleh jondisi -kondisi
non artistik yang kemudian menghadirkan kesadaran dan gagasan baru artinya
perkembangan pola-pola drama turgi pada dasarnya adalah refresentasi dari
perubahan politik,ekonomi,dan sosial budaya yang melingkupinya,dengan demikian
terdapat sebuah hubungan yang dinamis
antara sejarah pemikiran kritis dan sosial budaya dengan praktik artistik senin
drama dan teater serta drama turginya.
Atas dasar itu kajian terhadap drama turgi sandiwara akan
diawali dengan tinjauan sosial historis yang ditujukan untuk melihat
faktor-faktor yang telah menghasilkan drama turgi sandiwara tersebut.,sebagian
besar seni pertujukan pada dasarnya adalah bentuk komunikasi budaya baik
sebagai bentuk internalisasi enkulturasi kedalam masyarakat pendukungnya
sendiri maupun sebagai bentuk ekspresi dan sosialisasi identitas dari
masyarakat pendukung kesenian itu kepada masyarakat lain,berdasarkan itu
sandiwara dapat dikatakan sebagai kesenian lain yang hidup dalam masyarakat
Minang Kabau,dan kemudian dapat dilihat struktur budaya yang melingkupi
sandiwara tersebut.masyarakat Minang Kabau selalu ada usaha memberrikan makna
terhadap kenyataan yang mengitari diri mereka berdasarkan paradigma adat yang
berlaku,adapun paradigma utama dalam proses identifikasi diri dan dunia itu
adalah adat,yang dibayangkannya tetap bertahan,melintasi generasi demi generasi
sebagaimana yang diungkapkan dalam petatah adat Minang Kabau yang berbunyi :”
nan indak lakang dek panah,indak lapuak dek hujan”,pada masa sekarang adat
Minang Kabau itu dimaknai sebagai hasil sintesis dengan agama yang dipahami
sebagai hal yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya,sebagaimana
terlihat dalam diskusus “adaik basandisarak,syarak basandi kitabullah”.
Masyarakat Minang Kabau membagi daerahnya menjadi 2
bagian utama yaitu luhak dan rantau,kesenian-kesenian rantau terutama daerah
pasisia mempengaruhi kebudayaan Islam yang kuat yang tercermin pada konsep
dakwah dan tauhid,sementara itu kesenian-kesenian diluhak memperlihatkan kaitan
erat dengan adat,gejala-gejala itu dapat dilihat dari adat Minang Kabau.yang
dikenal oleh masyarakatnya.
Sandiwara umumnya diingat sebagai kesenian yang pernah
jaya dan digemari oleh masyarakat Minang Kabau,meski sandiwara dianggap
memiliki sisi negatif secara garis besar masyarakat Minang kabau cendrung
memberikan penilaian positif terhadapnya seperti terlihat dalam salah seorang
masyarakat Minang Kabau.
Pada sisi lain berbagai informasi mengindikasikan bahwa
sandiwara dipertujukan diatas pentas yang digambarkan mirip panggung krosenium
yang terdapat penegasan wilayah antara penonton dan tontonannya,dan jelas bukan
tipe tempat pegelaran seni minang kabau.kebutuhan akan pentas ini kemudian
disediakan oleh sekolah,pasar tradisional,yang semakin menegaskan indikasi
bahwa ia adalah kesenian yang diluar tradisi ,sementara kesenian bermula dari
surau artinyahampir tidak ada indikasi keterkaitan antara adat dan agama,dua
variabel yang selalu ada dalam setiap degi kehidupan orang Minang
Kabau,sandiwara memiliki posisi yang feriveral diluar pusat-pusat kehidupan
masyarakat Minang Kabau tradisional,sebagai sebuah peristiwa kesenian penting
hal itu terlihat dalam informasi yang mengatakan hampir semua komponen
masyarakat terlihat dalam peristiwa sandiwara jadi sandiwara yang paradoks
dengan afirmasi diri masyarakat Minang Kabau sendiri tentang keseniannya.
Penggunaan kata sandiwar a dalam istilah sandiwara
merepresentasikan pandangan masyarakat nagari di Sumatra Barat tentang seni
dramatik.pada dasarnya kata sandiwara dimaknai dengan cara yang tidak jauh
berbeda dengan yang dpahami secara umum,hampir setiap genre pertujukan dramatik
yang menampilkan seni peran sebagai fokusnya dapat diidentifikasi sebagai
sandiwara,kata sandiwara dapat digunakan didepan nama unikum darigenre
pertunjukan tertentu misalnya,sandiwara dulmuluk ,sandiwara ludruk,dan
sandiwara ketoprak.
Istilah sandiwara juga kerapkali digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk menunjukkan beberapa situasi antara lain sandiwara
politik,sandiwara hukum,dan sandiwara birokrasi,penggunaan sandiwara dengan
tiga cara ini adalah bentuk penggunaan bahasa secara konotatif yaitu makna
tambahan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada suatu kata
atau kelompok kata.istilah sandiwara dalam masyarakat nusantara selain dipahami
sebagai salah satu genre seni juga dianggap sebaagai salah satu bentuk sikap
atai perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,lebih jauh hal tersebut
merefleksikan pandangan budaya bahwa seni berperan yang menjadi substansi utama
sandiwara dipahami sebagai tindakan berpura-pura atai tindakan seolah-olah.
Adapun
kata teater memiliki artian yang lebih luas yaitu semua seni pertunjukan, secara
singkat teater dapat diartikan sebagai seni pertunjukan drama atau seni
pertunjukan lakon, drama dapat dibedakan de ngan cerita yang lain karena ia
mempertunjukan cerita itu dalam bentuk lakuan sementara yang lain
menguraikannya melaluli kisahan, dengan cara itu drama menghadirkan sifat sekarang dan masa lalu dikisahkan.
Adapun
istilah sandiwara minang muncul dari pengertian lakon bahwa sandiwara adalah
suatu tontonan yang selain memiliki unsur-unsur dramatik, juga terdiri atas
unsur hiburan, seperti tari dan nyanyian. Sandiwara tidak selalu mengunakan
bahasa minang dalam pertunjukan, perbedaan antara
jenis-jenis dramatik dalam masyarakat minangkabau yang dilihat dengan
persfektif tingkatan seni.
Sandiwara
dapat dikatakan sebagai yang baru yang dapat dibedaakan dengan randai dan tupai
janjang yang dapat diletakan sebagai ya g tradisional, perbedaan randai tupai
janjang dengan terater juga cendrung dilihatdari keterikatan tekstualnya dengan
kaba disatu sisi dan teks-teks baru yang
dekat dengan kehidupan sehari-hari di sisis yang lain, artinya dilihat dari
sumber tekstualnya sandiwara memiliki persamaan dengan teater, sandiwara akan
cendrung diletakkan sebagai seni yang kurang terpelajar populer sekaligus
justru diterima secara luas yang dapat diletakan sebagai pembanding dari teater
yang intelektual sekaligus terbatas penontonnya.
Sandiwara
dikategorikan sebagai seni pertunjukan rakyat dalam artinya bahwa ia dikenali
dan diterima secara luas oleh masyarakat minang kabau, namun demikian
pengertian itu membuat sifatnya yang khas tidak terwakili dan tak terbedakan
dengan kesenian dramatik masyarakat minangkabau lainnya, sandiwara lebih tepat
dinamakan teaqter rakyat mainangkabau yang dapat membedakan dengan teater
minangkabau yaitu randai dan tupai janjang. Atas dasar orientasi sandiwara oleh
sebagian orang terutama kaum intelektual dianggap tidak serius, ketidak
keseriusan itu antara lain dilihat dari cara mengabung-gabungakan berbagai
unsur seni kedalam pertunjukan ysng seringkali dipandang tidaak menunjukan
adanya relevansi yang jelas, padahal kedudukannya sebagai teater rakyat turut
ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur pembentuknya itu, pilihan waktu
pementasan tidak memengaruhi aspek-aspek artistiknya, artinya tidak ada
indikasi kesengajaan untuk menyesuikan lakon yang dipentaskan dengan momentum
pementasan.
Pilihan
waktu untuk penyelengaraan sandiwara lebih memamfaatkan waktu libur yang dapat
dikaitkan dengan propesi para pendukung sandiwara yang beragam antara lain
terdiri atas pelajar, pegawai negeri, pedagang, dan petani, oleh karena itu
bisa dipahami bahwa waktu libur adalah satu-satunya ruang yang memungkinkan
mereka semua bertemu secara intensif untuk menyelengarakan pementasan
sandiwara, pilihan waktu berpentas pada malam hari bahwa dengan alasan pada
saat siang hari adalah waktu yang efektif untuk bekerja.
Dramaturgi
tidak saja diartiakn sebagai perkembangan unsur-unsur dalam sebuah cerita yang
di pentaskan, namun juga diartikan sebagai totalitas kegiatan yang dilalui
dalam penciptaan suatu karya seni dramatik, suatu dramaturgi tertentu dengan
demikian dapat berasal dari serangkaian praktik penciptaan karya dramatik,
dramaturgi dapat berarti sebuah cara dengan mana lakukan para aktor kooordinasi
ke dalam pementasan sehingga dramaturgi dalam keseluruhan bukan saja berkenaan
dengan prosedur susastra, namun juga berkaitan dengan hal-hal teknis
pembangunan pertujukan melalui komponen-komponennya yang berbeda, artinya suatu
proses produksi karya seni dramatik secara tidak langsung tengah memproduksi dramaturgi
bagi dirinya sendiri secara induktif , suatu dramaturgi juga dapat dikontruksi
dengan memperhatikan kesamaan dari beberapa produksi dimana dramaturgi tertentu
dapat ditetapkan lebih dulu dalam tahap praproduksi dan secara deduktif
dijadikan sebagai acuan dalam proses produksi.
Dramaturgi
secara umum adalah pola produksi yang dijadikan acuan dalam proses produksi
karya dramatik, dramaturgi secara khusus adalah produksi berupa pola khusus
yang tercipta dari suatu produksi karya dramatik yang khusus pula, dibanding
dari dramaturgi dari kategori teater yang lain dramaturgi ini bisa dikatakan
khusus yaitu dramaturgi khas sandiwara, namun dramaturgi itu adalah dramaturgi
umum dari sandiwara sendiri karena dikontruksikan dengan memerhatiakn
kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam beberapa produksi yang berbedah, tinjauan
dramaturgi secara umum berkaitan dengan struktur internal teks lakon,
unsur-unsur ekternal lakon dan aspek-aspek praktis dan interperatif.
Aspek-aspek
artistik sandiwara secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu
hal-hal yang tercerap secara indrawi oleh penonton pada pementasan, dan hal-hal
yang ditangkap penonton sebagai aspek mental dibalik semua teaterindra pada
pementasan tersebut, cerita dalam sandiwara memegang peran vital sebagai
panduan laku sebagi layaknya posisi lakon dalam sebuah seni pementasan dramatik,
dapat dikaitkan demikian ceritalah sandiwara menjalankan fungsinya untuk
mementaskan kehidupan sehari-hari sebagai pokok tontonannya, meski dalam
kehidupan sehari-hari istilah cerita juga digunakan dalam pengertian lain,
misalnya terlihat dalam kategori cerita kaba, terdapat persepsi yang sama bahwa
cerita harus dihubungkan dengan konteks kesenian.
Tradisi
sandiwara secara garis besar cerita-ceritanya yang diproduksi seturut
klasifikasi para pelku sandiwara sendiri dapat dikelmpokkan menjadi dua yaitu
cerita minang dan cerita modern. Cerita minang memperlihatkan hubungan yang
erat dengan kaba yang populer dalam masyarakat mianangkabau, sebagian cerita
yang dipentaskan sandiwara pada dasarnya adalah cerita yang kerap kali digarap
pula oleh kesenianrandai, cerita yang bersumber dari kaba masih dapat dibedakan
yaitu kaba klasik dan kaba baru, contoh kaba klasik adalah rambun pamenan dan
untuk kaba baru adalah talipuk layua nan dandam ,sementara itu cerita modern
kebanyakan diciptakan dari sumber-sumber yang berfariasi antara lain sejarah
dan cerita fiksi populer.
Istilah
peranan yang digunakan dalam sandiwara untuk peran yang dibawakan dapat
dipandang tepat mengingat ia dipahami berdasarkan hubungan-hubungan antar tokoh
didalam lakon seorang tokoh dinilai berdasarkan posisinya terhadap persoalah
utama dalam cerita, hal yang paling terpenting dalam drama ialah konflik, tanpa
konflik tidak akan ada peristiwa-peristiwa yang melahirkan drama, kesadaran
para pendukung sandiwara tentang perlunya konflik dalam seni dramatik dapat
dilihat pada keyakinan keseharian mereka sebagai orang minangkabau, posisi
sentral konflik dalam drama sejatinya bersumber dari signifikasinya dalam
kehidupan sehari-hari dari mana drama itu sendiri bersumber.
Secara
sederhan konflik adalah pertentangan bukan sekedar perbedaan kepentingan,
kepentingan yang berbeda berpotensi menimbulkan konflik, namun baru menjadi
konflik defenitif bila saling berlawanan antara satu dengan yang lainya,
sepintas konsep konflik didalam sandiwara barangkali terlihat pada istilah
masalah atau persoalan, dua istilah yang sering digunakan oleh para partisipan
sandiwara jika tengah menguraikan cerita, berdasarkan konflik dalam cerita,
tema-tema dalam sandiwara dapat diidentifikasi, pengertian tema dalam ranah
sandiwara terwkilkan dalam istilah masalah, maka dapat dilihat bahwa masalah
yang paling sering ditampilkan adalah balas dendam, percintaan, pencarian jati
diri, kejahatan, kekuasaan, kemewahan, perbedaan pandangan dan masalah-masalah
kemasyarakatan.
Namun
tema-tema itu secara tidak langsung merefleksikan dan terkadang juga
merefleksikan perkembangan masyarakat minangkabau, semua tema-tema bisa dilihat
sebagai representasi atas transformasi masyarakat minang kabau dari masyarakat
modal dan akhirnya masyarakat industrial, dramatika sandiwara pada dasarnya
terletak pada bagaimana plot tiga bagian berhubungan dengan babak dan adegan
yang menghasilkan formula pambabak an, formula pembabakan dapat ditelusuri dari
keterangan fungsi selingan sebagai pengalih perhatian penonton.
Para
sutradara sandiwara yang lazimnya dinamakan pelatih atau tuakang latih mulai
bekerja ketika cerita telah dipilih dan ditetapkan, terdapatdua tipe penyutradaraan
dalam sandiwara yaitu 1. Relasi denga
cerita,2. Format cerita, dua tipe ini kemudian terbedakan berdasarkan
fokus pekerjaan yang juga memengarui pencapaian nya masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar