Minggu, 01 Juni 2014


Revieu buku
            Sandiwara pernah memperoleh posisi signifikan dalam masyarakat minangkabau di sumatra barat, sandiwara tidak hanya menjadi sekedar tontonan dan hiburan tetapi mengambil bagian penting dalam berbagai kegiatan masyarakat dilingkup nagari, perkembangan sandiwara sebagai teater rakyat  dalam masyarakat minang kabau di sumatera barat berbasis produksi di nagari-nagari membuat sandiwara berhadapan lansung dengan randai seni teater rakyat minang kabau.
            Penamaan sandiwara mengingatkan tentang campur tangan kolonialisme dalam sejarah dramatik di Indonesia, sandiwara adalah sebuah istilah dalam bahasa jawa yang digunakan sebagai pengganti kata tonil yang berarti drama dan umumnya diartikan sebagai pengajaran terselubung atau tersembunyi, sandiwara semula adalah seni dramatik yang dikembangakan bumi putra pra indonesia dalam melawan hemegomi budaya lokal, kontestasi atau tradisi dan modernitas dalam teater  sebagaimana yang tampak pada sandiwara dapat dilihat sebagai konsekuensi sebagai keterlibatan sebuah masyarakat dengan kebudayaan modern.
            Intervensi modernisasi inilah yang kemudian menghasilkan hibiritas dalam teater yaitu percampuran komponen dari beberapa dari kategori teater yang berbeda yang bisanya diikuti pula oleh sinkretinitas, hibrinitas dan sinkretisitas menunjukan berlangsungnya diferensiasi budaya yang menandai pula keterlibatan paartisipasinya dengan perubahan politik dan sosial kemasyarakatan, gagasan modern yang tumbuh setelah poskolonial mendorong pula sebagai sni darmatik yang menyingkapi kondisi sosial yang baru yang dihasilkan oleh modernisasi dan berdirinya negara kebangsaan. Sandiwara adalah bagian dari kondisi poskolonial yang menghiasi masyarakat minang kabau yang dengan kata lain berpotensi menjadi semacam drama dalam masyarakat minangkabau di sumatera barat.
            Rombongan-rombongan profesional operah melayu dipandang sebagai teater yang kurang kualitasnya jika dibanding tonil yang diajarkan namuan sejarah teater indonesia kemudian nencatat bahwa opera melayu sama pentingnya dengan tonil kolonial belanda dalam hal membangun teater modern Indonesia , pendekatan poskolonial dapat digunakan untuk membongkar fakta poskolonialitas yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi poskolonial yaitu akibat hetegemoni budaya yang di praktikkan kolonialisme beserta warisan-warisanya dalam hal ini poskolonialitas dalam teater dalam sandiwara, selanjutnya drama pos kolonial dapat pula digunakan untuk melihat bagaimana masyarakat poskolonial menyingapi pos kolonialisme dan kolonialisme melalui seni dramatik atau teater.
            Gambaran tentang perkembangan seni dramatik di sumatera barat kemudian dipengaruhi pula oleh tonil sekolah yang dikembangkan oleh kolonial Belanda, bentuk sekolah tonil yang berkembang disekolah raja (kweekschool) Bukittinggi dokumen itu dapat di hubungkan sinyelemen A.A Navis bahwa pada tahun 1926 seorang guru berkebangsaan belanda di kweekschool Bukittinggi mengangkat cerita cindu mato kedalam bentuk sandiwara denga n tokoh bundo kanduang ditampilkan sebagai ratu yang aristokratik. Strategi kebudayaan kolonial jepang yang berusaha melenyapkan berbagai anasir kebudayaan jepang Eropa dari Nusantara munculnya grup-grup sandiwara di Zaman pendudukan Jepang kedatangan kolonial jepang bersama propaganda  kebudayaannya menjadi momentum bagi kebangkitan kembali dunia pentas sandiwara.
            Memasuki tahun 1950 di sumatera barat berkembang dua tipe sandiwara yaitu, sandiwara keliling, sandiwara pelajar. Sandiwara keliling di pentaskan dari pasar malam ke pasar malam dan sandiwara pelajar di gelar oleh sekolah-sekolah,sementara itu sandiwara pelajar digerakkan  oleh para guru yang mendapatkan pendidikan,lakon lakon yang dimainkan oleh sandiwara pelajar lebih banyak ditujukan kepentingan pendidikan,terutama sejarah perjuangan bangsa dan nilai nilai nasionalisme.
            Selain sandiwara yang berafiliasi dengan partai di sumatera barat mulai mengejala atau berkembang sandiwara radio yang disiarkan melalui RRI ,para perantau Minang kabau terutama yang berada di Jakarta mereka mengembangkan organisasi-organisasi persatuan berdasarkan daerah asal juga mendirikan organisasi kesenian,salah satu kegiatan mereka adalah pementasan sandiwara dengan lakon Cindua Mato kaba yang paling populer di kalangan masyarakat Minang Kabau yang diselenggarakan di hotel Indonesia dan TIM Jakarta.di Sumatera Barat inovasi kebudayaaan itu ditandai dengan berdirinya konservatori karawitan kemudian dikenal dengan sebagai ASKI Padang Panjang,semua gejala ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi pemulihan harga diri yang dicanangkan oleh Gubernur saat itu.Berkembangnya rombongan sandiwara profesional di Sumatera Barat yang datang dari berbagai daerah dan melaksanakan pertujukan dipasar-pasar malam.
            Grup –grup sandiwara profesional mengaktualisasikan kembali gaya-gaya pementasan bangsawan yaitu gabungan antara seni peran dengan sajian nyanyian dan tarian,sementara itu sandiwara yang melanjutkan tradisi sandiwara di daktis tetap mendapatkan  tempat dalam dunia pendidikan Sumatera Barat,pelajaran yang terpenting dalam hal pendidikan kesenian ialah pelajaran sandiwara atau drama yang penting disini bukanlah berlakon akan tetapi mengadakan pertunjukan yang akan menampilkan macam-macam kemampuan murid seperti berlakon,berlelucon,menyanyi,menari dan sebagainya.
            Sebuah konvensi pementasan seni dramatik secara tidak sengaja telah diwariskan melalui gedung-gedung peninggalan kolonial Belanda yaitu konfensi prosenium,sandiwara mulai tumbuh dan berkembang secara luas dalam masyarakat Minang Kabau meski potensinya tampak telah ada sejak jauh-jauh hari,budaya sandiwara sebagaimana terindikasi pula tumbuh dalam interaksi antara berbagai anasir seni dramatik dengan berbagai tujuan pola dan gaya yang mempengaruhi oleh semangat zaman masing-masing antara lain opera melayu,tonil,sandiwara didaktis,sandiwara keliling,randai.
            Pembatasan masing-masing kasus dilakukan berdasarkan nagari dengan keyakinan bahwa proses perkembangan sandiwara akan sangat ditentukan oleh ruang lingkup wilayah secara tradisional,persatuan wilayah terkecil dalam masyarakat di Sumatera Barat adalah Nagari,dengan hanya memilih tiga kasus diharapakan akan didapatkan cukup informasi untuk merumuskan sandiwara tersebut yakni dengan melihat kesamaan pola oleh karena itu dapat dikatakan kesimpulan-kesimpulan akan lebih banyak didasarkan pada temuan dan variabel-variabel yang ditetapkan akan ditemukan pada setiap sampel.
            Kesenian mengambil inspirasi dipengaruhi oleh struktur sosial yang melingkupinya terlebih dalam seni teater ,tindakan manusia dalam lingkungan sosial kulturalnya menjadi pokok tontonan,kualitas suatu seni dramatik atau teatrikal seringkali dinilai berdasarkan ketepatannyadalam menyerap dan menyikapi kehidupan sosial disekitarnya yang terkadang melampaui penilaian terhadap aspek-aspek teknis seninya.
            Bukan hal yang mengagetkan bila karya-karya seni yang secara artistik dipandang oleh sebagian kalangan terutama para akademisi seni sendiri sebagai karya yang kurang bermutu ternyata justru digemari masyarakat luas,persoalannya tentulah bukan kesederhanaan dan apriori dugaan selama ini bahwa selera artistik masyarakat penonton yang rendah namun kiranya cukup bisa pula dimengerti bahwa ketepatan karya yang bersangkutan untuk merespon persoalan-persoalan yang dekat penontonnya beserta tawaran-tawaran pemecahan masalah yang diketengahkan sehingga menjadi sebab dari fenomena tersebut,artinya proses produksi seni dramatik diandaikan selalu dilaksanakan dengan meletakkan kerangka sosial tertentu sebagai referensi.
            Perubahan-perubahan dalam ilmu drama turgi kerap kali  distimulsi oleh jondisi -kondisi non artistik yang kemudian menghadirkan kesadaran dan gagasan baru artinya perkembangan pola-pola drama turgi pada dasarnya adalah refresentasi dari perubahan politik,ekonomi,dan sosial budaya yang melingkupinya,dengan demikian terdapat  sebuah hubungan yang dinamis antara sejarah pemikiran kritis dan sosial budaya dengan praktik artistik senin drama dan teater serta drama turginya.
            Atas dasar itu kajian terhadap drama turgi sandiwara akan diawali dengan tinjauan sosial historis yang ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang telah menghasilkan drama turgi sandiwara tersebut.,sebagian besar seni pertujukan pada dasarnya adalah bentuk komunikasi budaya baik sebagai bentuk internalisasi enkulturasi kedalam masyarakat pendukungnya sendiri maupun sebagai bentuk ekspresi dan sosialisasi identitas dari masyarakat pendukung kesenian itu kepada masyarakat lain,berdasarkan itu sandiwara dapat dikatakan sebagai kesenian lain yang hidup dalam masyarakat Minang Kabau,dan kemudian dapat dilihat struktur budaya yang melingkupi sandiwara tersebut.masyarakat Minang Kabau selalu ada usaha memberrikan makna terhadap kenyataan yang mengitari diri mereka berdasarkan paradigma adat yang berlaku,adapun paradigma utama dalam proses identifikasi diri dan dunia itu adalah adat,yang dibayangkannya tetap bertahan,melintasi generasi demi generasi sebagaimana yang diungkapkan dalam petatah adat Minang Kabau yang berbunyi :” nan indak lakang dek panah,indak lapuak dek hujan”,pada masa sekarang adat Minang Kabau itu dimaknai sebagai hasil sintesis dengan agama yang dipahami sebagai hal yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya,sebagaimana terlihat dalam diskusus “adaik basandisarak,syarak basandi kitabullah”.
            Masyarakat Minang Kabau membagi daerahnya menjadi 2 bagian utama yaitu luhak dan rantau,kesenian-kesenian rantau terutama daerah pasisia mempengaruhi kebudayaan Islam yang kuat yang tercermin pada konsep dakwah dan tauhid,sementara itu kesenian-kesenian diluhak memperlihatkan kaitan erat dengan adat,gejala-gejala itu dapat dilihat dari adat Minang Kabau.yang dikenal oleh masyarakatnya.
            Sandiwara umumnya diingat sebagai kesenian yang pernah jaya dan digemari oleh masyarakat Minang Kabau,meski sandiwara dianggap memiliki sisi negatif secara garis besar masyarakat Minang kabau cendrung memberikan penilaian positif terhadapnya seperti terlihat dalam salah seorang masyarakat Minang Kabau.
            Pada sisi lain berbagai informasi mengindikasikan bahwa sandiwara dipertujukan diatas pentas yang digambarkan mirip panggung krosenium yang terdapat penegasan wilayah antara penonton dan tontonannya,dan jelas bukan tipe tempat pegelaran seni minang kabau.kebutuhan akan pentas ini kemudian disediakan oleh sekolah,pasar tradisional,yang semakin menegaskan indikasi bahwa ia adalah kesenian yang diluar tradisi ,sementara kesenian bermula dari surau artinyahampir tidak ada indikasi keterkaitan antara adat dan agama,dua variabel yang selalu ada dalam setiap degi kehidupan orang Minang Kabau,sandiwara memiliki posisi yang feriveral diluar pusat-pusat kehidupan masyarakat Minang Kabau tradisional,sebagai sebuah peristiwa kesenian penting hal itu terlihat dalam informasi yang mengatakan hampir semua komponen masyarakat terlihat dalam peristiwa sandiwara jadi sandiwara yang paradoks dengan afirmasi diri masyarakat Minang Kabau sendiri tentang keseniannya.
            Penggunaan kata sandiwar a dalam istilah sandiwara merepresentasikan pandangan masyarakat nagari di Sumatra Barat tentang seni dramatik.pada dasarnya kata sandiwara dimaknai dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan yang dpahami secara umum,hampir setiap genre pertujukan dramatik yang menampilkan seni peran sebagai fokusnya dapat diidentifikasi sebagai sandiwara,kata sandiwara dapat digunakan didepan nama unikum darigenre pertunjukan tertentu misalnya,sandiwara dulmuluk ,sandiwara ludruk,dan sandiwara ketoprak.
            Istilah sandiwara juga kerapkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan beberapa situasi antara lain sandiwara politik,sandiwara hukum,dan sandiwara birokrasi,penggunaan sandiwara dengan tiga cara ini adalah bentuk penggunaan bahasa secara konotatif yaitu makna tambahan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada suatu kata atau kelompok kata.istilah sandiwara dalam masyarakat nusantara selain dipahami sebagai salah satu genre seni juga dianggap sebaagai salah satu bentuk sikap atai perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,lebih jauh hal tersebut merefleksikan pandangan budaya bahwa seni berperan yang menjadi substansi utama sandiwara dipahami sebagai tindakan berpura-pura atai tindakan seolah-olah.
Adapun kata teater memiliki artian yang lebih luas yaitu semua seni pertunjukan, secara singkat teater dapat diartikan sebagai seni pertunjukan drama atau seni pertunjukan lakon, drama dapat dibedakan de ngan cerita yang lain karena ia mempertunjukan cerita itu dalam bentuk lakuan sementara yang lain menguraikannya melaluli kisahan, dengan cara itu drama menghadirkan sifat  sekarang dan masa lalu dikisahkan.
Adapun istilah sandiwara minang muncul dari pengertian lakon bahwa sandiwara adalah suatu tontonan yang selain memiliki unsur-unsur dramatik, juga terdiri atas unsur hiburan, seperti tari dan nyanyian. Sandiwara tidak selalu mengunakan bahasa minang dalam pertunjukan, perbedaan antara jenis-jenis dramatik dalam masyarakat minangkabau yang dilihat dengan persfektif tingkatan seni.
Sandiwara dapat dikatakan sebagai yang baru yang dapat dibedaakan dengan randai dan tupai janjang yang dapat diletakan sebagai ya g tradisional, perbedaan randai tupai janjang dengan terater juga cendrung dilihatdari keterikatan tekstualnya dengan kaba disatu sisi  dan teks-teks baru yang dekat dengan kehidupan sehari-hari di sisis yang lain, artinya dilihat dari sumber tekstualnya sandiwara memiliki persamaan dengan teater, sandiwara akan cendrung diletakkan sebagai seni yang kurang terpelajar populer sekaligus justru diterima secara luas yang dapat diletakan sebagai pembanding dari teater yang intelektual sekaligus terbatas penontonnya.
Sandiwara dikategorikan sebagai seni pertunjukan rakyat dalam artinya bahwa ia dikenali dan diterima secara luas oleh masyarakat minang kabau, namun demikian pengertian itu membuat sifatnya yang khas tidak terwakili dan tak terbedakan dengan kesenian dramatik masyarakat minangkabau lainnya, sandiwara lebih tepat dinamakan teaqter rakyat mainangkabau yang dapat membedakan dengan teater minangkabau yaitu randai dan tupai janjang. Atas dasar orientasi sandiwara oleh sebagian orang terutama kaum intelektual dianggap tidak serius, ketidak keseriusan itu antara lain dilihat dari cara mengabung-gabungakan berbagai unsur seni kedalam pertunjukan ysng seringkali dipandang tidaak menunjukan adanya relevansi yang jelas, padahal kedudukannya sebagai teater rakyat turut ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur pembentuknya itu, pilihan waktu pementasan tidak memengaruhi aspek-aspek artistiknya, artinya tidak ada indikasi kesengajaan untuk menyesuikan lakon yang dipentaskan dengan momentum pementasan.

Pilihan waktu untuk penyelengaraan sandiwara lebih memamfaatkan waktu libur yang dapat dikaitkan dengan propesi para pendukung sandiwara yang beragam antara lain terdiri atas pelajar, pegawai negeri, pedagang, dan petani, oleh karena itu bisa dipahami bahwa waktu libur adalah satu-satunya ruang yang memungkinkan mereka semua bertemu secara intensif untuk menyelengarakan pementasan sandiwara, pilihan waktu berpentas pada malam hari bahwa dengan alasan pada saat siang hari adalah waktu yang efektif untuk bekerja.
Dramaturgi tidak saja diartiakn sebagai perkembangan unsur-unsur dalam sebuah cerita yang di pentaskan, namun juga diartikan sebagai totalitas kegiatan yang dilalui dalam penciptaan suatu karya seni dramatik, suatu dramaturgi tertentu dengan demikian dapat berasal dari serangkaian praktik penciptaan karya dramatik, dramaturgi dapat berarti sebuah cara dengan mana lakukan para aktor kooordinasi ke dalam pementasan sehingga dramaturgi dalam keseluruhan bukan saja berkenaan dengan prosedur susastra, namun juga berkaitan dengan hal-hal teknis pembangunan pertujukan melalui komponen-komponennya yang berbeda, artinya suatu proses produksi karya seni dramatik secara tidak langsung tengah memproduksi dramaturgi bagi dirinya sendiri secara induktif , suatu dramaturgi juga dapat dikontruksi dengan memperhatikan kesamaan dari beberapa produksi dimana dramaturgi tertentu dapat ditetapkan lebih dulu dalam tahap praproduksi dan secara deduktif dijadikan sebagai acuan dalam proses produksi.
Dramaturgi secara umum adalah pola produksi yang dijadikan acuan dalam proses produksi karya dramatik, dramaturgi secara khusus adalah produksi berupa pola khusus yang tercipta dari suatu produksi karya dramatik yang khusus pula, dibanding dari dramaturgi dari kategori teater yang lain dramaturgi ini bisa dikatakan khusus yaitu dramaturgi khas sandiwara, namun dramaturgi itu adalah dramaturgi umum dari sandiwara sendiri karena dikontruksikan dengan memerhatiakn kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam beberapa produksi yang berbedah, tinjauan dramaturgi secara umum berkaitan dengan struktur internal teks lakon, unsur-unsur ekternal lakon dan aspek-aspek praktis dan interperatif.

Aspek-aspek artistik sandiwara secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu hal-hal yang tercerap secara indrawi oleh penonton pada pementasan, dan hal-hal yang ditangkap penonton sebagai aspek mental dibalik semua teaterindra pada pementasan tersebut, cerita dalam sandiwara memegang peran vital sebagai panduan laku sebagi layaknya posisi lakon dalam sebuah seni pementasan dramatik, dapat dikaitkan demikian ceritalah sandiwara menjalankan fungsinya untuk mementaskan kehidupan sehari-hari sebagai pokok tontonannya, meski dalam kehidupan sehari-hari istilah cerita juga digunakan dalam pengertian lain, misalnya terlihat dalam kategori cerita kaba, terdapat persepsi yang sama bahwa cerita harus dihubungkan dengan konteks kesenian.
Tradisi sandiwara secara garis besar cerita-ceritanya yang diproduksi seturut klasifikasi para pelku sandiwara sendiri dapat dikelmpokkan menjadi dua yaitu cerita minang dan cerita modern. Cerita minang memperlihatkan hubungan yang erat dengan kaba yang populer dalam masyarakat mianangkabau, sebagian cerita yang dipentaskan sandiwara pada dasarnya adalah cerita yang kerap kali digarap pula oleh kesenianrandai, cerita yang bersumber dari kaba masih dapat dibedakan yaitu kaba klasik dan kaba baru, contoh kaba klasik adalah rambun pamenan dan untuk kaba baru adalah talipuk layua nan dandam ,sementara itu cerita modern kebanyakan diciptakan dari sumber-sumber yang berfariasi antara lain sejarah dan cerita fiksi populer.
Istilah peranan yang digunakan dalam sandiwara untuk peran yang dibawakan dapat dipandang tepat mengingat ia dipahami berdasarkan hubungan-hubungan antar tokoh didalam lakon seorang tokoh dinilai berdasarkan posisinya terhadap persoalah utama dalam cerita, hal yang paling terpenting dalam drama ialah konflik, tanpa konflik tidak akan ada peristiwa-peristiwa yang melahirkan drama, kesadaran para pendukung sandiwara tentang perlunya konflik dalam seni dramatik dapat dilihat pada keyakinan keseharian mereka sebagai orang minangkabau, posisi sentral konflik dalam drama sejatinya bersumber dari signifikasinya dalam kehidupan sehari-hari dari mana drama itu sendiri bersumber.

Secara sederhan konflik adalah pertentangan bukan sekedar perbedaan kepentingan, kepentingan yang berbeda berpotensi menimbulkan konflik, namun baru menjadi konflik defenitif bila saling berlawanan antara satu dengan yang lainya, sepintas konsep konflik didalam sandiwara barangkali terlihat pada istilah masalah atau persoalan, dua istilah yang sering digunakan oleh para partisipan sandiwara jika tengah menguraikan cerita, berdasarkan konflik dalam cerita, tema-tema dalam sandiwara dapat diidentifikasi, pengertian tema dalam ranah sandiwara terwkilkan dalam istilah masalah, maka dapat dilihat bahwa masalah yang paling sering ditampilkan adalah balas dendam, percintaan, pencarian jati diri, kejahatan, kekuasaan, kemewahan, perbedaan pandangan dan masalah-masalah kemasyarakatan.
Namun tema-tema itu secara tidak langsung merefleksikan dan terkadang juga merefleksikan perkembangan masyarakat minangkabau, semua tema-tema bisa dilihat sebagai representasi atas transformasi masyarakat minang kabau dari masyarakat modal dan akhirnya masyarakat industrial, dramatika sandiwara pada dasarnya terletak pada bagaimana plot tiga bagian berhubungan dengan babak dan adegan yang menghasilkan formula pambabak an, formula pembabakan dapat ditelusuri dari keterangan fungsi selingan sebagai pengalih perhatian penonton.
Para sutradara sandiwara yang lazimnya dinamakan pelatih atau tuakang latih mulai bekerja ketika cerita telah dipilih dan ditetapkan, terdapatdua tipe penyutradaraan dalam sandiwara yaitu 1. Relasi denga  cerita,2. Format cerita, dua tipe ini kemudian terbedakan berdasarkan fokus pekerjaan yang juga memengarui pencapaian nya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar