Minggu, 01 Juni 2014



Kritik dan Mediasi Seni

Kritik ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan atau gagasan dari seseorang yaitu kritikus kepada orang lain, dengan adanya tulisan dari kritikus berarti penonton telah terjembatani tentang informasi atau berita tersebut, seorang kritikus hendaknya harus bersikap netral artinya ia haruslah menulis berita atau informasi sesuai dengan apa adanya tidak ada unsur-unsur paksaan atau pribadi lainnya.
Wilayah kritik itu sangat luas mencakup berbagai aspek kehidupan, dalam bidang seni dapat pula dipilah atas beberapa batasan kritik seni, misalnya kritik sastra, kritik musik, kritik seni rupa, kritik tari, kritik teater, dan kritik film.dalam kritik pertunjukan teater yaitu yaitu banyak hal yang dikritik bisa mulai tahap pra produksi maupun produksi disini kritikus berpihak sebagai penonton yang menikmati pertunjukan tersebut kemudian kritikus menulis hasil karya teater yang ia tonton tersebut dalam bentuk tulisan, tulisan yang ditulis kritikus tersebut berisi tentang pro dan kantra sebuah pertunjukan atau segi positif dan negatifnya. Contoh dari segi keaktoran, kostum dan rias, lighting, dan sebagainya, hal yang demikian dikaji oleh seorang kritikus.
Dharsono mengutarakan, anggapan sementara bahwa kritik seni merupakan suatu kegiatan untuk memvonis satu kegiatan hipotensis untuk menunjukan kekurangan dan kelemahan pada seniman dan karyanya, kritik selalu dikaitkan dengan bentuk penghakiman, vonis , bahkan mencela, sehingga setiap penerima perilaku kritik seniman harus mampu menahan rasa sakithati karena karyanya dicela, dilain pihak seniman sudah merasa berbuat sesuatu yang dianggap cocok, karena intensitas mereka sudah berbuat total dalam mewujudkan karya seninya. Artinya dengan adanya kritikus yang menilai karya seorang seniman tersebut ia akan mengetahui begaimana kekurangan dan kelebihan karya tersebut dimata penonton dan ini akan menjadi cambuk atau motivasi untuk para seniman yang akan membuat karya kedepannya.
Aktivitas kritik seni sebenarnya secara menyeluruh diwarnai oleh pola pikir kualitatif yang tujuan utamanya bukanlah membuktikan suatu prediksi atau hipotesis, tetapi adalah pemahaman untuk menemukan makna konteks, didalam aktivitasnya kritikus seni mengemban tugas berat didalam menerjemahkan dan membeberkan bahasa metaforis yang sangat pelik yaitu dari bahasa seni kedalam bahasa yang mudah dipahami agar penikmat dengan mudah menangkap dan memaknai suatu karya dengan mudah dan dapat mengerti secara langsung tanpa adanya nya keraguan dari pembaca.
Konsep kritik oleh para ahli seni masih sering diperdebatkan perbedaan pandangan tentang kritik seni disebabkan oleh metode yang digunakan dan setiap ahli seni merasa dirinya paling sah dalam melakukan aktivitas kritiknya sendiri, selain itu ada pula anggapan bahwa peranan kritik seni sendiri kurang jelas arah dan fungsinya
Oleh karena itu Osborne (1955) mengatakan bahwa kritik adalah kerancuan dan kesimpangsiuran, hal yang begini bisa dikaitkan dengan definisi-definisi seni yang dikemukakan oleh para ahli juga berlainan karena perbedaan sudut pandang, dan ia mengatakan bahwa seorang kritikus hendaknya mampu menyajikan suatu nilai mengenai karya seni yang akan ditulisnya dan mampu menjelaskan atau menyampaikan kebagusan dan kejelekan serta membandingkan dengan karya seni yang lainnya, kebiasaan mengkritik pada zaman yunani kuno terjadi pada festifal-festifal drama dengan tujuan untuk menentukan kualitas karya drama yang di anggap terbaik... dengan sasaran penilaian kualitas dan mamfaat bagi isi suatu karya seni maka kehebatan yang khas bisa dihargai
Untuk melakukan sebuah kritikan tentulah harus berstandar pada ilmu pengatahuan tertentu sebagai study pendekatannya, baik yang berupa asumsi-asumsi, konsep-konsep, teori-teori seni, apabila kita ingin mengkritik suatu objek tentulah kita harus terlubih dahulu mengerti tentang objek tersebut yang disertai dengan teori-teori yang kita pakai
Dalam sebuah pertunjukan tentulah ada beberapa aspek yang tidak boleh dilupakan yanitu diantaranya seniman, karya seni, penonton inilah yang merupakan tiga komponen pendukung karya seni tersebut, apabila salah satu diantara komponen pendukung diatas kurang maka karya seni tiadak akan jalan dengan baik , penonton atau audiens yang dimaksud disini adalah orang-orang yang datang untuk menyaksikan pertunjukan tersebut dan menikmatinya, penghayat seni adalah penghayat makna pengalaman kehidupan batiniah yang sadar akan ragam kemungkinan bentuk estetis yang sanggup mewadahi dan memacu terciptanya beragam makna dan nilai-nilainya, hanya dengan kesadaran dan pemahaman pengalaman di dalam melakukan dialog dengan karya seni penghayat seni mampu mendapatkan pencerahan bagi kehidupannya sebagai manusia berbudaya.
Seorang penghayat seni sadar bahwa pengalaman yang bersumber dari sensivitas dan subjektivitas dirinya bukanlah satu- satunya yang ada dan benar dan penghayat seni sadar bahwa dirinya tidak memiliki wewenang untuk mengarahkan, meskipun ia berwenang menentukan posisi dirinya dan terlibat secara langsung didalam menciptakan makna dan nilai-nilainya, penghayat seni yang baik akan selalu haus dengan ragam pengalaman estetik yang sanggup menggugah gairah kehidupan menusiawi dengan ragam kekayaan pengalaman batin yang mendalam, dengan pengalaman tersebut manusia akan mewarnai kehidupan sebagai manusia berbudaya dan mampu menjadi seniman terbuka, seniman yang terbuka akan selalu menerima pengembangan dan kritikan-kritikan, kemudiaan seniaman sebagai orang yang mengalami proses kreativitas atau proses imajinasi, yaitu proses interaksi antara persepsi memori dan persepsi luar, penghayat dalam menanggapi sebuah karya seni akan terlibat proses kreatif atau proses imajinasi, itulah sebabnya mengapa penghayat juga dapat dikatakan sebagai seniaman penghayat.
Kritik jurnalis adalah jenis kritik seni yang hasil tanggapan atau penilaiannya disampaikan secara terbuka kepada publik melalui mesia massa khususnya surat kabar atau koran. Kritik jurnalistik sangat cepat mempengarui persepsi masyarakat terhadap kualitas dari sebuah karya seni terutama karena sifat dari media massa dalam mengkomunikasikan hasil tanggapannya, penulisan kritik jurnalistik menyajikan deskripsi yang mengasyikan, mudah dicerna pembaca, sedangakan analisis cenderung merupakan ulasan, meskipun demikian beberapa tulisan kritik jurnalistik yang bagus juga banyak ditemukan dalam surat kabar.

Kritikan ilmiah merupakan suatu keterampilan meng kritik atau mengungkapkan hasil pemikiran atau pengamatan yang disusun secara sistematis sesuai aturan tertentu yang lazim digunakan dalam dunia  ilmu pengetahuan, dengan demikian kritikan ilmiah berupa suatu produk pemikiran yang memuat dan mengkaji masalah tertentu dengan mengunakan kaidah-kaidah keilmuan.dalam kaidah keilmuan kritik ilmiah memerlukan suatu metode tertentu dengan mengunakan bahasa dan tata tulis yang benar dan baik, atau pengungkapan lisan (berbicara) secara prinsip-prinsip keilmuan seperti logis, lugas, jelas, objektif, empiris, sistematis, dan konsisten. Oleh karena itu kritik seni ilmiah sudah jelas berdasarkan konsepsi, dan konsep juga memiliki kejelasan bahasa tulis  kritik seni secara ilmiah bertugas ,berperan, dan berfungsi nyata untuk menyatakan hubungan propesional melalui simbol-simbol intelektual.
Bahasa tulis formal intelektual ini yang merupakan karakteristik dari hasil kritik secara ilmiah, ciri khas atau karakteristik lainya atau kecendrungan kritikan untuk senantiasa mencari, mengelola, dan mengembangkan nilai-nilai objektifitas sebagaimana juga karakteristik keilmuan dalam berbagai disiplin atau cabang-cabangnya, kritikan mengandung masalah yang sedang dicarikan pemecahannya bahasanya harus lengkap, terperinci, teratur dan cermat, bahasa hendaklah harus benar, jelas, ringkas, dan tepat jangan bertele-tele sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir. Kritik ilmiah berfungsi untuk memberikan suatu ketepatan lewat analisis, interpretasi, dan evaluasi terhadap karya seni serta reputasi artistik yang mempunyaiu keluasan ruag dan waktu serta dapat memberi kemungkinan yang paling baik dari kenyataan yang ada, kritik jenis ini menyampaikan penafsiran yng cermat melalui  suatu penelitian dsan mencari kebenaran yang tidak memihak terhadap siapapun.
Kritik populer adalah jenis kritik seni yang ditunjukan untuk konsumsi massa atau umum dalam tulisan kritik populer umumnya dipergunakan gaya bahasa dan istilah-istilah sederhana yang mudah dipahami oleh orang awam, kritik populer merupakan jenis kritik atau putusan yang dibuat sejujur-jujurnya atau secara tidak langsung suatu putusan  yang dibuat.
Unsur yang harus ada dalam setiap kritik seni adalah deskripsi, interpretasi dan menilai karya seni, deskripsi karya seni yang baik akan membantu para pembaca untuk membayangkan karya seni yang akan dibahas setelah mendeskripsikan atau menjelaskan seni tersebut kemudian melakuakn interpretasi atau menafsirkan karya seni, menginterpretasikan adalah tindakan untuk mengaktualkan salah satu potensi dari berbagai potensi yang dapat dilihat dari suatu karya seni, deskripsi adalah pengambaran suatu objek dengan kata-kata dan tulisan baik benda, tempat, suasana atau keadaan, deskripsi sangat penting dalam tulisan ilmiah termasuk dalam tulisan kritik seni, penggambaran situasi yang dialami oleh penulis akan membantu pembaca mengikuti perjalanan, pengamatan, dan kesan yang dilakukan penulis.
Untuk menulis sebuah deskripsi sangat diperlukan pengamatan yang tajam dengan melibatkan semua indera kita, dalam mengamati pertunjukan teater misalnya indera pendengaran dan penglihatan lebih di utamakan untuk menyaksikan pertunjukan teater tersebut, bagaimana permainan para aktor di atas panggung, kostum yang mereka pakai, bentuk settingnya dan lain sebagainya, deskripsi ekpositori adalah pengambaran suatu objek menurut sistem dan urutan logis objek yang akan diamati, deskripsi ekpositori ini sangat  berguna pula bagi penulis yang ingin meresensi sebuah pertunjukan.
Deskripsi impresionistis adalah pengambaran suatu, sutuasi, peristiwa, lokasi, dan lain sebagainya berdasarkan impresi atau kesan penulisnya terhadap observasi yang dilakuakan atau karya seni yang akan diamati, tujuannya adalah untuk menstimulasi pembacanya, dalam mengamati pertunjukan musik, tari , teater dan lain sebagainya, deskripsi ini bisa dimulai dalam banyak hal tergantung dalam sudut pandang penulis masing-masing, yang terpenting tentunya kesan kuat yang tertangkap oleh penulisnya. Contoh dalam ritual molah Batombe dalam masyarakat Abai Solok Selatan.

Solok Selatan terkenal dengan sebutan nama Nagari seribu rumah gadang dimana disini terdapat rumah gadang terpanjang di dunia yang berlokasikan di Abai, tidak seperti biasanya kali ini rumah adat yang terpanjang itu dengan sebutan rumah sigintir ini yang memiliki panjang 21 ruang ini tengah dihiasi berbagai kain kebesaran masyarakat minang kabau ini bertanda bahwa masyarakat nagari Abai akan melakukan sebuah tradisi yang diwarisi dari leluhur yaitu Batombe, batombe ialah bentuk ungkapan perasaan seseorang yang di tuangkan dalam sebuah tradisi berbalas pantun  .
berdasarkan perspektif tafsir, kenyataan bukan sesuatu yang bersifat objektif, jadi, dan selesai, tetapi selalu ada proses bermakna tergantung dari hubungan diri pengamat dengan kenyataan, representasi adalah hasil pemaknaan atas konsep-konsep yang ada dalam pikiran kita melalui bahasa, hubungan konsep-konsep dan bahasa yang memungkinkan kita mengacu kepada hal-hal nyata didunia seperti manusia, objek-objek, peristiwa-peristiwa atau mengacu kepada dunia imajiner dari objek-objek, manusia, dan peristiwa.
Dalam menafsirkan karya seni tetap saja ada peluang melihat celah yang berbeda dengan apa yang kita lihat dan ditafsir oleh orang lain, ini sangat tergantung pada cara pandang dan paradigma, bahkan kepentingan seseorang terhadap karya seni yang diamati, karya seni mengandung makna atau mengatakan tentang sesuatu oleh karenanya kita membutuhkan penafsiran dalam memaknainya, penafsiran bisa dilakukan dengan baik bila sebelumnya dilakukan deskripsi, dalam mendeskripsikan suatu karya seni pendapat dari orang-orang pembaca karya seni itu bolehsaja sama begitu juga ketika mendeskripsikan, tetapi dalam menafsir dan mengevaluasi boleh atau bisa saja berbeda.


Menilai karya seni bukan selalu menilai baik buruknya, sebab baik atau buruknya suatu karya seni selalu bersifat relatif, karena sangat bergantung terhadap tanggapan pembaca atau penikmat buruk menurut suatu komunitas belum tentu buruk menurut komunitas lainya, banyak sekali para seniman membuat karya seni dengan pesan-pesan sosial atau berkaitan dengan persepsi mereka atas situasi dan kondisi sosial budaya serta politik, kegiatan mengamati karya seni bertujuan untuk menelaah dan menilai karya seni, sasarannya tentulah aspek yang paling menarik dan signitifikan, menilai karya seni tentulah tidak lepas dari tindakan penafsiran penafsiran bisa dilakukan dengan paradigma apa saja, bukan pekerjaan untuk mengatakan baik atau buruk melainkan untuk mengedepankan atau membawa keluar potensi-potensi makna yang dianggap paling menarik, kontekstual, dan krusial. Karya seni dapat dilihat dan dinilai dengan kriteria yang terpilih misalnya : menurut ciri-ciri kasat mata pada karya bersangkutan, pada sebagaimana representasi subjeknya, fungsi simbolismenya, dari aspek ekonominya, dan lain sebagainya.
Dalam pandangan realisme alam atau dunia ini adalah patokan kebenaran dan keindahan yang sudah ada dengan sendirinya, dalam pandangan ini tidak ada karya seni yang paling baik selain karya yang secara akurat menggambarkan alam semesta dengan keberagamannya yang tak terbatas sedangkan paham ekspresionisme lebih bersifat subjektif ia lebih mengutamakan sensibilitas para seniman kepada alam semesta ini adalah suatu gerakan dibidang seni lukis, musik, kesusastraan dan teater yang dimulai pada awal abad ke 20, sementara teater ekpresionisme mememfaatkan topeng-topeng, gesture-gesture, bahasa yang digunakan yang digayakan dan ritualistik serta menghancurkan urutan waktu, efek pencahayaan dan set-set panggung juga digarap guna membangkitkan suasana dan emosi para penonton.
Formalisme sering dikatakan sebagai suatu cara sebagai pendekatan yang pertama-tama memandanf seni dari sisi seni itu sendiri, dan kaitannya dengan seni yang lain, formalisme adalah teori seni demi seni yang menekankan bahwa bentuk adalah kriteria satu-satunya untuk melihat karya seni.
Seni pertunjukan sebaimana yang terdapat dilingkungan kita dalam keseharian dibagi menjadi empat cabang seni yang tarpenting yaitu karawitan, tari, musik, dan teater. Karawitan dalam bahasa yang lebih umum dapat disebut dengan musik tradisi nusantara atau musik etnik, sementara musik dalam hal ini adalah musik barat dapat pula dilihat dari Zamannya seperti klasik, barock dan sebagainya kemudian untuk teater dapat pula dilihat dari teater tradisi atau teater rakyat, konvensional dan teater modern, atau menurut alirannya realisme, realisme sugestif, surealisme, kontemporer dan sebagainya, Teater verbal, teater tubuh, teater mini kata, teater lainya.
Kreativitas para seniman tidak hanya terbatas pada aspek seni pertunjukan saja atau seni rupa saja, disamping informasi awal yang berkaitan dengan istilah teknis dan informasilainya referensi juga sangat menunjang untuk melihat perkembangan sesuatu kesenian masa ke masa, namun hal yang paling terpenting dalam menulis sebuah kritik ialah keinginan atau kemauan kita sendiri menulis dibidang seni tersebut, tanpa keinginan dan kemauan yang kuat mustahil itu dapat diwujudkan untuk mencapai suatu tujuan atau hasilnya.
Ada beberapa aspek yang harus diperhatiakan dalam karya seni yaitu keutuhan atau kebersatuan, penonjolan atau penekanan, dan keseimbangan, keutuhan yang dimaksud adalah bahwa karya seni yang indah menunjukan keseluruhannya sifat yang utuh, tidak ada cacat, yang berarti tidak ada yang kurang dan tidak ada yang lebih, memiliki hubungan yang bermakna relevan antar bagian, keutuhan dapat pula dibagi atas keutuhan dalam keanekaragaman meliputi simetri, ritme, dan keselarasan keutuhan dalam tujuan adalah perhatian bagi yang menyaksikan betul-betul terpusat pada maksud yang sama pada karya.
Penonjolan yang dimaksud sebagai upaya mengarahkan perhatian orang yang menikmati suatu karya seni terhadap suatu hal tertentu yang di pandang penting dari hal-hal lainnya, penonjolan juga dapat membentuk karakter  karya seni, unsur keseimbangan dapat dilihat dari setiap unsur-unsur yang sama, yang berlawanana, dan elemenlainya dihadirkan secara berimbang. Selain unsur tersebut ada pula unsur yang mesti diperhatikan yaitu : etika, estetika, dan logika, maksudnya secara secara etika apakah suatu karya seni dapat memenuhi kriteria etika secara umum atau secara khusus menurut pengukaran masyarakat, semantara dari aspek estetika bagaimana bentuk estetika yang dihadirkan dalam suatu karya seni, apakah dalam suatu karya seni dapat dihadirkan unsur estetik dengan baik, kemudian unsur logika yang dicermati, apakah suatu karya seni dapat di ukur atau dilihat dari sebuah karya seni yang masuk akal dan logis.
Menulis resensi atau tinjauan adalah pekerjaan yang bersifat memaparkan kembali sesuatu, boleh jadi masalah, kegiatan seni, dalam bidang karya seni resensi pertunjukan sering sekali dilakukan kekuatan resensi adalah pada kemampuan penulis mendeskripsikan karya seni, seolah-olah karya tersebut seperti tampak jelas dilihat atau di dengar oleh para pembaca, kritik paling bermamfaat jika ditulis sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pencerahan kepada orang sebanyak-banyaknya dan dalam bahasa yang mudah dimengerti tidak berteleh-teleh.
Ada beberapa aspek penting yang perlu dimiliki oleh seorang penulis kritik, adapun aspek tersebut ialah  kepekaan atau kemampuan teknik, memiliki pengetahuan dan logika, dan kepekaan rasa. Kepekaan kemampuan teknik termasuk teknik produksi sangat membantu seorang kritikus dalam melakukan tugas menulis kritik, disamping itu yang tak kala penting yang harus dikuasai itu adalah teknik mengamati pertunjukan dan menuliskan hasil pengamatan untuk publikasi, memiliki pengatahuan terhadap subjek yang di kritisi meliputi : asal usul, sejarah dan perkembangan, tentang gaya, gendre, repertoar dan tema cerita yang bisa dibawakan, struktur, latar budaya, sosial, agama, dan mungkin juga pengetahuan , disamping itu  dibutuhkan sikap kritis, dan bentuknya yang paling dasar berupa kemampuan berfikir logis.
Sementara kepekaan rasa, khususnya kepekaan rasa estetis dapat membantu menyelami bagian yang menyentuh berbagai rasa emosional dan penjiwaan atau ekpresi terhadap karya, contoh teater yang minim kata-kata dan lebih mengutamakan ekplorasi tubuh karya yang berjudul tangga ini merupakan karya kolaboratif yang melibat seniman teater, tari dan musik dari ISI PadangPanjang, gagasan karya ini terinpirasi dari pencampuran kekuasaan dengan bingkai demokrasi ala minangkabau ditafsirkan dengan situasi kekinian yang lebih universal.
Ini merupakan karya teater ekploratif yang sangat serat dengan simbol, tetapi minim kata-kata, mengusung sembilan tangga sebagai propertinya karya yang melibatkan sembilan pemain yang terdiri dari tiga orang penari dan enam orang pemain teater, telah dipentaskan di gedung pertunjukan Hoehrijah Adam ISI Padangpanjang. Sembilan tangga disandarkan berjejer didinding pentas bagian belakang yang di kuat dengan latar visual art, semua pemain  dengan kostum merah, berdiri dipuncak tangga, kemudian perlahan-lahan mereka menuruni anak tangga.
Bagian yang cukup menarik dicatat agaknya konfigurasi formasi tiga dan empat, sutradara mencoba menonjilkan perempuan di atas singgasana kekuasaan, ekplorasi dengan enam buah tangga yang ditegakkan dengan membentuk formasi tiga buah segi tiga sama kaki berjejer diagonal ke kiri pentas, dengan formasi tangga yang di buat seperti menara seorang penari menaiki tangga dan berdiri di atasnya gerakannya cukup berani dan menantang , lewat tokoh perempuan itu sutradara menyindir demokrasi ala minangkabau dan sistem kekerabatan matrilinial yang memuliakan dan menonjolkan perempuan, dalam konteks kekinian dalam kelarasan bodi caniago yang memakai keputusan dengan mengunakan musyawarah di tingkat bawah, dan koto piliang yang menerapkan keputusan berada di tingkat rasa yang memimpin.



Yang takkala menarik adalah ekplorasi yang dilakukan oleh seluruh pemain dengan mengusung tangga menjelajahi setiap lini pentas, mereka berlari mencari ruang kosong dan mengisinya silih berganti, sebagai penutup penampilan tangga ini seperti membentuk replika rumah gadang, karya ini sejatinya memiliki etika konvensional seperti ungkapan bajanjang naik batanggo turun, segala sesuatu sudah ada aturan dan tata caranya, akan tetapi benturan muncul ketika situasi kekinian tidak lagi tertampung dalam koridor adat istiadat.
Pada dasarnya merantau adalah suatu hal yang lumrah bagi semua kaum laki-laki diminang, merantau sebagai motivasi dalam menuntut ilmu, pengalaman, dan bekal yang akan dibawah kekampung halaman kelak, rantau adalah tempat yang penuh optimis yang dituju, setiap saat dari masa ke masa orang minang silih berganti pergi dari kampung untuk merantau, dari rantau para perantau memberikan konstribusi berupa bantuan baik berupa material maupun non material untuk membangun kampung halaman, dari rantau lahir para pemikir yang hebat, kebiasaan merantau ini susuai dengan falsafah adat istiadat minang kabau yang berbunyi karatau madang di hulu, babuah babungo balun, karantau bujang daulu, dirumah pagino balun artinya pergilah kerantau mencari ilmu atau sesuatu dan kembali dari rantau dan pergunakanlah ilmu yang telah didapat dari rantau tersebut untuk membangun nagari atau kampung halaman.
Sejak dewasa ini dan senjutnya, masa yang ideal itu akan merubah  disinyalir oleh sudah tidak banyak lagi para pembaru minang yang lahir dari rantau, para perantau bahkan ada yang frustasi ketika dikampung halamannya telah bermunculan berbagai pernak-pernik kehidupan kota, seperti : warnet, hotel, gaya hidup sebagian besar remaja mengikuti gaya masyarakat barat, serba instan dan cenderung menjadi metroseksual, sesuai dengan petatah adat mianang indak basuo alua jo patuik, alasan bacari-cari, pipik ditembak dek mariam,  kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kondiisi masyarakat dikampung halaman pada tiga dasa warsa yang lalu.

Kalau hal tersebut dibiarkan tentulah minangkabau akan tinggal namanya saja, hal ini tentulah menjadi tugas masyarakat mianang kabau sehingga walaupun masuk arus medernisasi tapi masyarakat bisa menilai dan memila mana yang cocok dan sesuai untuk masyarakat mianangkabau hendaknya.
Fenomena tersebut membuat seorang teaterawan mudah minangkabau yaitu Wendi tersentuh dan mambuat suatu pertunjukan teater dan ia juga membuat suatu ungkapan pelesetan pantun tentang merantau yaini karatau madang di hulu, buah nyo jatuah ketanah gembur, marantau hilangkan malu, dikampuang hotel dan warnet tumbuh subur, artinya merantau hanya sekedar melepas rasa malu dari kampung karena bila seseorang laki-laki tidak mampu melewati tapal batas kampung halamannya, maka ia dianggap tidak pernah merantau dan tidak lengkap menjadi laki-laki minang.  Sang seniman ini mencoba memposisikan rantau sebagai kampungnya laki-laki dan kampung sebagai tambo riwayat lama yang tidak boleh berubah.
Sang teaterawan muda ini mengawali pertunjukan dengan mengambarkan sekelimit setuasi di kampung, sebuah keluarga yang memiliki kecukupan harta benda berupa sawah, ladang, dan ternak, seorang ibu yang mempunyai anak perempuan yang ingin pergi merantau dan dengan berat hati sang ibu melepas anaknya untuk merantau, tak lama berselang waktu kemudian anak laki-lakinya juga berkeinginan keras untuk merantau hal i ni tentulah membuat ibu menjadi tambah sedih.
Setting situasi di daerah perkotaan digambarkan dalam beberapa suasana, misalnya suasana diterminal, suara para kernek yang berebutan mencari penumpang, para pedagang asongan, ia juga memotret beberapa peristiwa, seperti suasana di mall dengan berbagai tawaran discount yang mengiurkan, ketergantungan individu dengan internet dalam mencari informasi, akibatnya individu asyik sendiri dan tidak peduli dengan individu yang lainya bahkan dengan kesehatan dirinya, apalagi ditambah dengan makanan yang serba instan yang tidak sehat
Untuk memperkuat citraan beberapa suasana dan lokasi, sutradara mengunakan setting atau properti yang terbuat dari besi, pertunjukan  ini pada awalnya akan dipertunjukan pada ruang tertutup prosenium oleh karena kecilnya ruang pentas di belimbing, sehingga sutradara dan tim kreatifnya terpaksa memindahkan kehalaman pentas, catatan penting dari pertunjukan ini antara lain inovasi yang dilakukan adalah pada pembacaan situasi sosial masyarakat minang pada saat sekarang ini dalam kaitannya dalam rantau dan kampung yang sudah berubah mengunakan properti yang bersifat fleksibel dan multi fungsi, begitu juga dengan penataan artistik tetap mempertimbangkan kondisi teater publik sumatera barat denagn alasan dapat lebih komunikatif dengan penonton, akan tetapi sebenarnya sutradara juga terkendala terhadap aktor yang belum total menjadi.




Revieu buku
            Sandiwara pernah memperoleh posisi signifikan dalam masyarakat minangkabau di sumatra barat, sandiwara tidak hanya menjadi sekedar tontonan dan hiburan tetapi mengambil bagian penting dalam berbagai kegiatan masyarakat dilingkup nagari, perkembangan sandiwara sebagai teater rakyat  dalam masyarakat minang kabau di sumatera barat berbasis produksi di nagari-nagari membuat sandiwara berhadapan lansung dengan randai seni teater rakyat minang kabau.
            Penamaan sandiwara mengingatkan tentang campur tangan kolonialisme dalam sejarah dramatik di Indonesia, sandiwara adalah sebuah istilah dalam bahasa jawa yang digunakan sebagai pengganti kata tonil yang berarti drama dan umumnya diartikan sebagai pengajaran terselubung atau tersembunyi, sandiwara semula adalah seni dramatik yang dikembangakan bumi putra pra indonesia dalam melawan hemegomi budaya lokal, kontestasi atau tradisi dan modernitas dalam teater  sebagaimana yang tampak pada sandiwara dapat dilihat sebagai konsekuensi sebagai keterlibatan sebuah masyarakat dengan kebudayaan modern.
            Intervensi modernisasi inilah yang kemudian menghasilkan hibiritas dalam teater yaitu percampuran komponen dari beberapa dari kategori teater yang berbeda yang bisanya diikuti pula oleh sinkretinitas, hibrinitas dan sinkretisitas menunjukan berlangsungnya diferensiasi budaya yang menandai pula keterlibatan paartisipasinya dengan perubahan politik dan sosial kemasyarakatan, gagasan modern yang tumbuh setelah poskolonial mendorong pula sebagai sni darmatik yang menyingkapi kondisi sosial yang baru yang dihasilkan oleh modernisasi dan berdirinya negara kebangsaan. Sandiwara adalah bagian dari kondisi poskolonial yang menghiasi masyarakat minang kabau yang dengan kata lain berpotensi menjadi semacam drama dalam masyarakat minangkabau di sumatera barat.
            Rombongan-rombongan profesional operah melayu dipandang sebagai teater yang kurang kualitasnya jika dibanding tonil yang diajarkan namuan sejarah teater indonesia kemudian nencatat bahwa opera melayu sama pentingnya dengan tonil kolonial belanda dalam hal membangun teater modern Indonesia , pendekatan poskolonial dapat digunakan untuk membongkar fakta poskolonialitas yang secara sederhana dapat dipahami sebagai kondisi poskolonial yaitu akibat hetegemoni budaya yang di praktikkan kolonialisme beserta warisan-warisanya dalam hal ini poskolonialitas dalam teater dalam sandiwara, selanjutnya drama pos kolonial dapat pula digunakan untuk melihat bagaimana masyarakat poskolonial menyingapi pos kolonialisme dan kolonialisme melalui seni dramatik atau teater.
            Gambaran tentang perkembangan seni dramatik di sumatera barat kemudian dipengaruhi pula oleh tonil sekolah yang dikembangkan oleh kolonial Belanda, bentuk sekolah tonil yang berkembang disekolah raja (kweekschool) Bukittinggi dokumen itu dapat di hubungkan sinyelemen A.A Navis bahwa pada tahun 1926 seorang guru berkebangsaan belanda di kweekschool Bukittinggi mengangkat cerita cindu mato kedalam bentuk sandiwara denga n tokoh bundo kanduang ditampilkan sebagai ratu yang aristokratik. Strategi kebudayaan kolonial jepang yang berusaha melenyapkan berbagai anasir kebudayaan jepang Eropa dari Nusantara munculnya grup-grup sandiwara di Zaman pendudukan Jepang kedatangan kolonial jepang bersama propaganda  kebudayaannya menjadi momentum bagi kebangkitan kembali dunia pentas sandiwara.
            Memasuki tahun 1950 di sumatera barat berkembang dua tipe sandiwara yaitu, sandiwara keliling, sandiwara pelajar. Sandiwara keliling di pentaskan dari pasar malam ke pasar malam dan sandiwara pelajar di gelar oleh sekolah-sekolah,sementara itu sandiwara pelajar digerakkan  oleh para guru yang mendapatkan pendidikan,lakon lakon yang dimainkan oleh sandiwara pelajar lebih banyak ditujukan kepentingan pendidikan,terutama sejarah perjuangan bangsa dan nilai nilai nasionalisme.
            Selain sandiwara yang berafiliasi dengan partai di sumatera barat mulai mengejala atau berkembang sandiwara radio yang disiarkan melalui RRI ,para perantau Minang kabau terutama yang berada di Jakarta mereka mengembangkan organisasi-organisasi persatuan berdasarkan daerah asal juga mendirikan organisasi kesenian,salah satu kegiatan mereka adalah pementasan sandiwara dengan lakon Cindua Mato kaba yang paling populer di kalangan masyarakat Minang Kabau yang diselenggarakan di hotel Indonesia dan TIM Jakarta.di Sumatera Barat inovasi kebudayaaan itu ditandai dengan berdirinya konservatori karawitan kemudian dikenal dengan sebagai ASKI Padang Panjang,semua gejala ini dapat dilihat sebagai bagian dari strategi pemulihan harga diri yang dicanangkan oleh Gubernur saat itu.Berkembangnya rombongan sandiwara profesional di Sumatera Barat yang datang dari berbagai daerah dan melaksanakan pertujukan dipasar-pasar malam.
            Grup –grup sandiwara profesional mengaktualisasikan kembali gaya-gaya pementasan bangsawan yaitu gabungan antara seni peran dengan sajian nyanyian dan tarian,sementara itu sandiwara yang melanjutkan tradisi sandiwara di daktis tetap mendapatkan  tempat dalam dunia pendidikan Sumatera Barat,pelajaran yang terpenting dalam hal pendidikan kesenian ialah pelajaran sandiwara atau drama yang penting disini bukanlah berlakon akan tetapi mengadakan pertunjukan yang akan menampilkan macam-macam kemampuan murid seperti berlakon,berlelucon,menyanyi,menari dan sebagainya.
            Sebuah konvensi pementasan seni dramatik secara tidak sengaja telah diwariskan melalui gedung-gedung peninggalan kolonial Belanda yaitu konfensi prosenium,sandiwara mulai tumbuh dan berkembang secara luas dalam masyarakat Minang Kabau meski potensinya tampak telah ada sejak jauh-jauh hari,budaya sandiwara sebagaimana terindikasi pula tumbuh dalam interaksi antara berbagai anasir seni dramatik dengan berbagai tujuan pola dan gaya yang mempengaruhi oleh semangat zaman masing-masing antara lain opera melayu,tonil,sandiwara didaktis,sandiwara keliling,randai.
            Pembatasan masing-masing kasus dilakukan berdasarkan nagari dengan keyakinan bahwa proses perkembangan sandiwara akan sangat ditentukan oleh ruang lingkup wilayah secara tradisional,persatuan wilayah terkecil dalam masyarakat di Sumatera Barat adalah Nagari,dengan hanya memilih tiga kasus diharapakan akan didapatkan cukup informasi untuk merumuskan sandiwara tersebut yakni dengan melihat kesamaan pola oleh karena itu dapat dikatakan kesimpulan-kesimpulan akan lebih banyak didasarkan pada temuan dan variabel-variabel yang ditetapkan akan ditemukan pada setiap sampel.
            Kesenian mengambil inspirasi dipengaruhi oleh struktur sosial yang melingkupinya terlebih dalam seni teater ,tindakan manusia dalam lingkungan sosial kulturalnya menjadi pokok tontonan,kualitas suatu seni dramatik atau teatrikal seringkali dinilai berdasarkan ketepatannyadalam menyerap dan menyikapi kehidupan sosial disekitarnya yang terkadang melampaui penilaian terhadap aspek-aspek teknis seninya.
            Bukan hal yang mengagetkan bila karya-karya seni yang secara artistik dipandang oleh sebagian kalangan terutama para akademisi seni sendiri sebagai karya yang kurang bermutu ternyata justru digemari masyarakat luas,persoalannya tentulah bukan kesederhanaan dan apriori dugaan selama ini bahwa selera artistik masyarakat penonton yang rendah namun kiranya cukup bisa pula dimengerti bahwa ketepatan karya yang bersangkutan untuk merespon persoalan-persoalan yang dekat penontonnya beserta tawaran-tawaran pemecahan masalah yang diketengahkan sehingga menjadi sebab dari fenomena tersebut,artinya proses produksi seni dramatik diandaikan selalu dilaksanakan dengan meletakkan kerangka sosial tertentu sebagai referensi.
            Perubahan-perubahan dalam ilmu drama turgi kerap kali  distimulsi oleh jondisi -kondisi non artistik yang kemudian menghadirkan kesadaran dan gagasan baru artinya perkembangan pola-pola drama turgi pada dasarnya adalah refresentasi dari perubahan politik,ekonomi,dan sosial budaya yang melingkupinya,dengan demikian terdapat  sebuah hubungan yang dinamis antara sejarah pemikiran kritis dan sosial budaya dengan praktik artistik senin drama dan teater serta drama turginya.
            Atas dasar itu kajian terhadap drama turgi sandiwara akan diawali dengan tinjauan sosial historis yang ditujukan untuk melihat faktor-faktor yang telah menghasilkan drama turgi sandiwara tersebut.,sebagian besar seni pertujukan pada dasarnya adalah bentuk komunikasi budaya baik sebagai bentuk internalisasi enkulturasi kedalam masyarakat pendukungnya sendiri maupun sebagai bentuk ekspresi dan sosialisasi identitas dari masyarakat pendukung kesenian itu kepada masyarakat lain,berdasarkan itu sandiwara dapat dikatakan sebagai kesenian lain yang hidup dalam masyarakat Minang Kabau,dan kemudian dapat dilihat struktur budaya yang melingkupi sandiwara tersebut.masyarakat Minang Kabau selalu ada usaha memberrikan makna terhadap kenyataan yang mengitari diri mereka berdasarkan paradigma adat yang berlaku,adapun paradigma utama dalam proses identifikasi diri dan dunia itu adalah adat,yang dibayangkannya tetap bertahan,melintasi generasi demi generasi sebagaimana yang diungkapkan dalam petatah adat Minang Kabau yang berbunyi :” nan indak lakang dek panah,indak lapuak dek hujan”,pada masa sekarang adat Minang Kabau itu dimaknai sebagai hasil sintesis dengan agama yang dipahami sebagai hal yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya,sebagaimana terlihat dalam diskusus “adaik basandisarak,syarak basandi kitabullah”.
            Masyarakat Minang Kabau membagi daerahnya menjadi 2 bagian utama yaitu luhak dan rantau,kesenian-kesenian rantau terutama daerah pasisia mempengaruhi kebudayaan Islam yang kuat yang tercermin pada konsep dakwah dan tauhid,sementara itu kesenian-kesenian diluhak memperlihatkan kaitan erat dengan adat,gejala-gejala itu dapat dilihat dari adat Minang Kabau.yang dikenal oleh masyarakatnya.
            Sandiwara umumnya diingat sebagai kesenian yang pernah jaya dan digemari oleh masyarakat Minang Kabau,meski sandiwara dianggap memiliki sisi negatif secara garis besar masyarakat Minang kabau cendrung memberikan penilaian positif terhadapnya seperti terlihat dalam salah seorang masyarakat Minang Kabau.
            Pada sisi lain berbagai informasi mengindikasikan bahwa sandiwara dipertujukan diatas pentas yang digambarkan mirip panggung krosenium yang terdapat penegasan wilayah antara penonton dan tontonannya,dan jelas bukan tipe tempat pegelaran seni minang kabau.kebutuhan akan pentas ini kemudian disediakan oleh sekolah,pasar tradisional,yang semakin menegaskan indikasi bahwa ia adalah kesenian yang diluar tradisi ,sementara kesenian bermula dari surau artinyahampir tidak ada indikasi keterkaitan antara adat dan agama,dua variabel yang selalu ada dalam setiap degi kehidupan orang Minang Kabau,sandiwara memiliki posisi yang feriveral diluar pusat-pusat kehidupan masyarakat Minang Kabau tradisional,sebagai sebuah peristiwa kesenian penting hal itu terlihat dalam informasi yang mengatakan hampir semua komponen masyarakat terlihat dalam peristiwa sandiwara jadi sandiwara yang paradoks dengan afirmasi diri masyarakat Minang Kabau sendiri tentang keseniannya.
            Penggunaan kata sandiwar a dalam istilah sandiwara merepresentasikan pandangan masyarakat nagari di Sumatra Barat tentang seni dramatik.pada dasarnya kata sandiwara dimaknai dengan cara yang tidak jauh berbeda dengan yang dpahami secara umum,hampir setiap genre pertujukan dramatik yang menampilkan seni peran sebagai fokusnya dapat diidentifikasi sebagai sandiwara,kata sandiwara dapat digunakan didepan nama unikum darigenre pertunjukan tertentu misalnya,sandiwara dulmuluk ,sandiwara ludruk,dan sandiwara ketoprak.
            Istilah sandiwara juga kerapkali digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan beberapa situasi antara lain sandiwara politik,sandiwara hukum,dan sandiwara birokrasi,penggunaan sandiwara dengan tiga cara ini adalah bentuk penggunaan bahasa secara konotatif yaitu makna tambahan yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada suatu kata atau kelompok kata.istilah sandiwara dalam masyarakat nusantara selain dipahami sebagai salah satu genre seni juga dianggap sebaagai salah satu bentuk sikap atai perbuatan dalam kehidupan sehari-hari,lebih jauh hal tersebut merefleksikan pandangan budaya bahwa seni berperan yang menjadi substansi utama sandiwara dipahami sebagai tindakan berpura-pura atai tindakan seolah-olah.
Adapun kata teater memiliki artian yang lebih luas yaitu semua seni pertunjukan, secara singkat teater dapat diartikan sebagai seni pertunjukan drama atau seni pertunjukan lakon, drama dapat dibedakan de ngan cerita yang lain karena ia mempertunjukan cerita itu dalam bentuk lakuan sementara yang lain menguraikannya melaluli kisahan, dengan cara itu drama menghadirkan sifat  sekarang dan masa lalu dikisahkan.
Adapun istilah sandiwara minang muncul dari pengertian lakon bahwa sandiwara adalah suatu tontonan yang selain memiliki unsur-unsur dramatik, juga terdiri atas unsur hiburan, seperti tari dan nyanyian. Sandiwara tidak selalu mengunakan bahasa minang dalam pertunjukan, perbedaan antara jenis-jenis dramatik dalam masyarakat minangkabau yang dilihat dengan persfektif tingkatan seni.
Sandiwara dapat dikatakan sebagai yang baru yang dapat dibedaakan dengan randai dan tupai janjang yang dapat diletakan sebagai ya g tradisional, perbedaan randai tupai janjang dengan terater juga cendrung dilihatdari keterikatan tekstualnya dengan kaba disatu sisi  dan teks-teks baru yang dekat dengan kehidupan sehari-hari di sisis yang lain, artinya dilihat dari sumber tekstualnya sandiwara memiliki persamaan dengan teater, sandiwara akan cendrung diletakkan sebagai seni yang kurang terpelajar populer sekaligus justru diterima secara luas yang dapat diletakan sebagai pembanding dari teater yang intelektual sekaligus terbatas penontonnya.
Sandiwara dikategorikan sebagai seni pertunjukan rakyat dalam artinya bahwa ia dikenali dan diterima secara luas oleh masyarakat minang kabau, namun demikian pengertian itu membuat sifatnya yang khas tidak terwakili dan tak terbedakan dengan kesenian dramatik masyarakat minangkabau lainnya, sandiwara lebih tepat dinamakan teaqter rakyat mainangkabau yang dapat membedakan dengan teater minangkabau yaitu randai dan tupai janjang. Atas dasar orientasi sandiwara oleh sebagian orang terutama kaum intelektual dianggap tidak serius, ketidak keseriusan itu antara lain dilihat dari cara mengabung-gabungakan berbagai unsur seni kedalam pertunjukan ysng seringkali dipandang tidaak menunjukan adanya relevansi yang jelas, padahal kedudukannya sebagai teater rakyat turut ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur pembentuknya itu, pilihan waktu pementasan tidak memengaruhi aspek-aspek artistiknya, artinya tidak ada indikasi kesengajaan untuk menyesuikan lakon yang dipentaskan dengan momentum pementasan.

Pilihan waktu untuk penyelengaraan sandiwara lebih memamfaatkan waktu libur yang dapat dikaitkan dengan propesi para pendukung sandiwara yang beragam antara lain terdiri atas pelajar, pegawai negeri, pedagang, dan petani, oleh karena itu bisa dipahami bahwa waktu libur adalah satu-satunya ruang yang memungkinkan mereka semua bertemu secara intensif untuk menyelengarakan pementasan sandiwara, pilihan waktu berpentas pada malam hari bahwa dengan alasan pada saat siang hari adalah waktu yang efektif untuk bekerja.
Dramaturgi tidak saja diartiakn sebagai perkembangan unsur-unsur dalam sebuah cerita yang di pentaskan, namun juga diartikan sebagai totalitas kegiatan yang dilalui dalam penciptaan suatu karya seni dramatik, suatu dramaturgi tertentu dengan demikian dapat berasal dari serangkaian praktik penciptaan karya dramatik, dramaturgi dapat berarti sebuah cara dengan mana lakukan para aktor kooordinasi ke dalam pementasan sehingga dramaturgi dalam keseluruhan bukan saja berkenaan dengan prosedur susastra, namun juga berkaitan dengan hal-hal teknis pembangunan pertujukan melalui komponen-komponennya yang berbeda, artinya suatu proses produksi karya seni dramatik secara tidak langsung tengah memproduksi dramaturgi bagi dirinya sendiri secara induktif , suatu dramaturgi juga dapat dikontruksi dengan memperhatikan kesamaan dari beberapa produksi dimana dramaturgi tertentu dapat ditetapkan lebih dulu dalam tahap praproduksi dan secara deduktif dijadikan sebagai acuan dalam proses produksi.
Dramaturgi secara umum adalah pola produksi yang dijadikan acuan dalam proses produksi karya dramatik, dramaturgi secara khusus adalah produksi berupa pola khusus yang tercipta dari suatu produksi karya dramatik yang khusus pula, dibanding dari dramaturgi dari kategori teater yang lain dramaturgi ini bisa dikatakan khusus yaitu dramaturgi khas sandiwara, namun dramaturgi itu adalah dramaturgi umum dari sandiwara sendiri karena dikontruksikan dengan memerhatiakn kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam beberapa produksi yang berbedah, tinjauan dramaturgi secara umum berkaitan dengan struktur internal teks lakon, unsur-unsur ekternal lakon dan aspek-aspek praktis dan interperatif.

Aspek-aspek artistik sandiwara secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua yaitu hal-hal yang tercerap secara indrawi oleh penonton pada pementasan, dan hal-hal yang ditangkap penonton sebagai aspek mental dibalik semua teaterindra pada pementasan tersebut, cerita dalam sandiwara memegang peran vital sebagai panduan laku sebagi layaknya posisi lakon dalam sebuah seni pementasan dramatik, dapat dikaitkan demikian ceritalah sandiwara menjalankan fungsinya untuk mementaskan kehidupan sehari-hari sebagai pokok tontonannya, meski dalam kehidupan sehari-hari istilah cerita juga digunakan dalam pengertian lain, misalnya terlihat dalam kategori cerita kaba, terdapat persepsi yang sama bahwa cerita harus dihubungkan dengan konteks kesenian.
Tradisi sandiwara secara garis besar cerita-ceritanya yang diproduksi seturut klasifikasi para pelku sandiwara sendiri dapat dikelmpokkan menjadi dua yaitu cerita minang dan cerita modern. Cerita minang memperlihatkan hubungan yang erat dengan kaba yang populer dalam masyarakat mianangkabau, sebagian cerita yang dipentaskan sandiwara pada dasarnya adalah cerita yang kerap kali digarap pula oleh kesenianrandai, cerita yang bersumber dari kaba masih dapat dibedakan yaitu kaba klasik dan kaba baru, contoh kaba klasik adalah rambun pamenan dan untuk kaba baru adalah talipuk layua nan dandam ,sementara itu cerita modern kebanyakan diciptakan dari sumber-sumber yang berfariasi antara lain sejarah dan cerita fiksi populer.
Istilah peranan yang digunakan dalam sandiwara untuk peran yang dibawakan dapat dipandang tepat mengingat ia dipahami berdasarkan hubungan-hubungan antar tokoh didalam lakon seorang tokoh dinilai berdasarkan posisinya terhadap persoalah utama dalam cerita, hal yang paling terpenting dalam drama ialah konflik, tanpa konflik tidak akan ada peristiwa-peristiwa yang melahirkan drama, kesadaran para pendukung sandiwara tentang perlunya konflik dalam seni dramatik dapat dilihat pada keyakinan keseharian mereka sebagai orang minangkabau, posisi sentral konflik dalam drama sejatinya bersumber dari signifikasinya dalam kehidupan sehari-hari dari mana drama itu sendiri bersumber.

Secara sederhan konflik adalah pertentangan bukan sekedar perbedaan kepentingan, kepentingan yang berbeda berpotensi menimbulkan konflik, namun baru menjadi konflik defenitif bila saling berlawanan antara satu dengan yang lainya, sepintas konsep konflik didalam sandiwara barangkali terlihat pada istilah masalah atau persoalan, dua istilah yang sering digunakan oleh para partisipan sandiwara jika tengah menguraikan cerita, berdasarkan konflik dalam cerita, tema-tema dalam sandiwara dapat diidentifikasi, pengertian tema dalam ranah sandiwara terwkilkan dalam istilah masalah, maka dapat dilihat bahwa masalah yang paling sering ditampilkan adalah balas dendam, percintaan, pencarian jati diri, kejahatan, kekuasaan, kemewahan, perbedaan pandangan dan masalah-masalah kemasyarakatan.
Namun tema-tema itu secara tidak langsung merefleksikan dan terkadang juga merefleksikan perkembangan masyarakat minangkabau, semua tema-tema bisa dilihat sebagai representasi atas transformasi masyarakat minang kabau dari masyarakat modal dan akhirnya masyarakat industrial, dramatika sandiwara pada dasarnya terletak pada bagaimana plot tiga bagian berhubungan dengan babak dan adegan yang menghasilkan formula pambabak an, formula pembabakan dapat ditelusuri dari keterangan fungsi selingan sebagai pengalih perhatian penonton.
Para sutradara sandiwara yang lazimnya dinamakan pelatih atau tuakang latih mulai bekerja ketika cerita telah dipilih dan ditetapkan, terdapatdua tipe penyutradaraan dalam sandiwara yaitu 1. Relasi denga  cerita,2. Format cerita, dua tipe ini kemudian terbedakan berdasarkan fokus pekerjaan yang juga memengarui pencapaian nya masing-masing.