Minggu, 27 April 2014


‘’Kartini Berdarah’’, siapa sebenarnya sosok Kartini ??
                                                                                    Oleh:   Eki Yudasril
Bermacam cara yang dilakukan masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kartini yang jatuh pada 21 April khususnya para wanita, mulai dari lomba kebaya Kartini, nyanyi dan lain sebagainya, tidak mau ketingalan dalam memperingati hari kartini Mahasiswa Institut Seni Indonesia Padangpanjang khusus nya jurusan Teater membuat sebuah pertunjukan teater yang berjudul Kartini Bedarah dan naskah ini digarap oleh Mahasiswa semester 2 jurusan seni teater mereka dipercaya membuat suatu pertunjukan untuk memperingati hari Kartini.
Naskah Kartini Berdarah   ini di sutradarai oleh Maya yang juga Mahasiswa jurusan teater, dengan beberapa aktor diantara nya : Marsya, Yulia Astuti , Riris Dawati, Lili Angraini, Cindi, Novita, Bayu, Rizky, dan Wulan, Setelah 3 bulan melakukan proses latihan tentulah tidak semudah yang di bayangkan mengingat mereka masih baru di jurusan Teater mesti banyak tahap-tahap yang mereka lalui, keluhan tersebut di ungkapkan oleh Sutradara Maya kepada penulis saat dilakukan wawancara lansung hal yang paling menonjol di sampaikan oleh sutradara ialah sikap kurang menghargai antara sutradara dengan para aktor mengingat mereka satu angkatan 2013, namun hal ini hanya berjalan selama 2 bulan dan 1 bulan menjelang pementasan mereka akhirnya sadar fungsi dan tugas masing-masing dari mereka, kemudian kendala dari ide garapan tersebut saat Sutradara memberikan ide para aktor lain juga memberikan ide-ide hal ini membuat Sutradara menjadi bingung tidak mau di cap sebagai seorang Sutradara yang diktator Maya mencari solusi sekian banyak ide dari para aktor , saat istirahat latihan waktu tersebut ia gunakan untuk berdiskusi bersama para aktor dan memilih ide-ide yang terbaik.

Setelah melakukan proses latihan selama kurang lebih 3 bulan akhirnya pada 21 April 2014 malamnya Naskah Kartini Berdarah yang di sutradarai oleh Maya akhirnya melakukan pementasan di gedung Teater Arena Institut Seni Indonesia Padangpanjang, panggung di bagi menjadi 2 setting, sebelah kanan penonton di ubah menjadi kamar tidur disana terdapat meja belar, cermin yang besar dan tempat tidur sederhana serta begitu banyak buku-buku dan photo RA Kartini yang di gantung, dan disebelah kiri di sulap menjadi kelas belajar disana.
Lampu mulai terang terlihat sosok Kartika dikamar sedang bersiap kesekolah ia sedang berbicara dengan Mama nya yang selalu sibuk dengan urusan kantor sihingga sosok Kartika kurang mendapat kasih sayang dari orang tua nya apa lagi ia masih duduk di bangku SMA, di sekolah Kartika mendapat perlakuan kasar dari taman-temannya hal ini di sebabkan oleh penampilan kartika yang cupu dan jauh dari tren perkembangan jaman sehingga ia sering menjadi bahan ejekan teman-temannya sementara mereka berpenampilan modern serta fasion nable dan juga dengan pergaulan bebas mereka, ini tentulah sangat bertolak belakang dari Kartika yang berpenampilan apa adanya.
Menangis sendiri di dalam kamar dengan memandang photo RA Kartini hal ini lah yang sering ia lakukan apabila mendapat ejekan dari teman-temannya di sekolah, Kartika yang begitu mengagumi sosok RA Kartini hingga suatu ketika saat ia sedih ia beralusinasi ingin bertemu dengan RA Kartini, alusinasi Kartika berjalan saat sosok kartini keluar dari cermin yang berada di dalam kamar nya saat sosok Kartini muncul alangkah kagetnya Kartika tak lama kemudian ia langsung memeluk Kartini dan menceritakan semua keluh kesal yang terjadi dalam hidup nya baik dalam keluarga maupun lingkungan sekolah, ia menceritakan sosok perempuan pada saat sekarang ini yang terbawa oleh arus medernisasi perkembangan zaman dari segi pergaulan, akhlak serta tata cara berpakaian sungguh sangat jauh berbeda dari harapan Kartini.
Dalam hal ini Sutradara menghadirkan sosok misterius dengan busana serba hitam dan memegang sebuah pisau yang hadir dalam kelas, satu persatu teman-teman yang selalu menindas kartika mati terbunuh oleh sesosok misterius itu, kematian teman-teman Kartika tersebut yang di anggap tidak wajar tentulah menjadi tanda tanya besar bagi Kartika dan ia melontarkan pertanyaan tersebut kepada Kartini siapa sebenarnya pelaku di balik semua ini dan Kartini menjawab mereka memang pantas mendapatkan nya dan itulah ganjaran bagi seorang wanita yang terlalu larut dengan perkembangan zaman sehingga dia lupa dengan kodrat nya sebagai perempuan yang baik dan benar menjunjung tinggi nilai serta norma-norma wanita Indonesia.
Beberapa adegan sempat membuat penonton terkejut dan memiliki pandangan yang berbeda tentang sosok Kartini pada saat Kartini datang menemui Kartika di kamarnya dan diwaktu Kartini merasa capek hingga ia bebaring di tempat tidur Kartika, Kartika menemukan sebuah pisau bedarah dan sehelai kain hitam hal demikian tentulah menjadi tanda tanya besar dalam pikiran Kartika orang yang selama ini menjadi panutan dan inpirasi, sekarang hadir dengan membawa pisau yang berlumuran darah dan sebuah kain hitam, siapa sebenarnya sosok dari Kartini ? pertanyaan tersebut ialah menjadi sebuah pertanyaan besar oleh penonton yang menyaksikan pertunjukan Kartini Berdarah. Hal ini tentulah membuat karakter tokoh Kartini menjadi ambigu dimata penonton padahal dalam keseharian kita mengenal sosok dari Kartini yang begitu santun, sapan, pintar serta menjunjung tinggi nilai dan norma ketimuran.
Sutradara Maya menghadirkan adegan pembunuhan yang dilakulan oleh RA Kartini dengan berpendapat karena melihat perkembangan jaman pada saat sekarang ini yang semakin hari semakin maju dan dengan datang nya arus modernisasi manusia khususnya perempuan sering larut dan terbuai dengan arus tersebut, sehingga mereka lupa dengan norma-norma serta nilai-nilai yang di pegang erat oleh wanita timur, seperti teman-teman kartika yang terkenal dengan pergaulan bebas dan suka kasar juga tata cara berpakaian mereka yang begitu tidak sesuai untuk kaum wanita Indonesia, adegan pembunuhan yang dilakukan di atas panggung saat pertuntukan tersebut tentulah bukan pembunuhan yang kita kenal dalam keseharian tetapi adegan tersebut sebagai simbol bahwa manusia pada saat sekarang ini susah untuk membuka mata hatinya untuk menerima kebenaran hati mereka begitu keras bagaikan batu.
Adegan pembunuhan tersebut bermaksud mengubah nilai-nilai serta norma yang tidak sesuai pada cerminan perilaku wanita Indonesia, disini sutradara tidak mempermasalahkan perkembangan jaman dan arus modernisasi yang masuk namun ini tergantung terhadap individu tersebut bagaimana menangapai serta memilah perubahan tersebut karena tidak semua arus modernisasi yang masuk memberikan dampak positif terhadap wanita Indonesia, penyadaran dan motivasi positif untuk memberi rohani penonton. Inilah yang harus di pertahankan dalam sebuah pementasan teater, sehingga teater tidak disamakan dengan hiburan kebanyakan.
Pada adegan terakhir saat Kartika bunuh diri menusuk pisau ke perutnya suasa pun merubah menjadi duka serta isak tangis pecah dari Mama Kartika, selang waktu 3 menit ternyata di sekaliling penonton telah berdiri orang-orang memegang lilin dan berjalan ke atas panggung sambil menyanyikan lagu Ibu Kartini suasana semakin lengkap dengan adanya pembacaan Puisi hingga membuat penonton larut dalam pertunjukan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar