‘’Kartini Berdarah’’, siapa sebenarnya
sosok Kartini ??
Oleh:
Eki Yudasril
Bermacam
cara yang dilakukan masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kartini yang
jatuh pada 21 April khususnya para wanita, mulai dari lomba kebaya Kartini,
nyanyi dan lain sebagainya, tidak mau ketingalan dalam memperingati hari
kartini Mahasiswa Institut Seni Indonesia Padangpanjang khusus nya jurusan
Teater membuat sebuah pertunjukan teater yang berjudul Kartini Bedarah dan
naskah ini digarap oleh Mahasiswa semester 2 jurusan seni teater mereka
dipercaya membuat suatu pertunjukan untuk memperingati hari Kartini.
Naskah
Kartini
Berdarah ini di sutradarai oleh Maya yang juga
Mahasiswa jurusan teater, dengan beberapa aktor diantara nya : Marsya, Yulia
Astuti , Riris Dawati, Lili Angraini, Cindi, Novita, Bayu, Rizky, dan Wulan, Setelah
3 bulan melakukan proses latihan tentulah tidak semudah yang di bayangkan
mengingat mereka masih baru di jurusan Teater mesti banyak tahap-tahap yang
mereka lalui, keluhan tersebut di ungkapkan oleh Sutradara Maya kepada penulis
saat dilakukan wawancara lansung hal yang paling menonjol di sampaikan oleh
sutradara ialah sikap kurang menghargai antara sutradara dengan para aktor
mengingat mereka satu angkatan 2013, namun hal ini hanya berjalan selama 2
bulan dan 1 bulan menjelang pementasan mereka akhirnya sadar fungsi dan tugas
masing-masing dari mereka, kemudian kendala dari ide garapan tersebut saat
Sutradara memberikan ide para aktor lain juga memberikan ide-ide hal ini
membuat Sutradara menjadi bingung tidak mau di cap sebagai seorang Sutradara
yang diktator Maya mencari solusi sekian banyak ide dari para aktor , saat
istirahat latihan waktu tersebut ia gunakan untuk berdiskusi bersama para aktor
dan memilih ide-ide yang terbaik.
Setelah
melakukan proses latihan selama kurang lebih 3 bulan akhirnya pada 21 April
2014 malamnya Naskah Kartini Berdarah yang di sutradarai
oleh Maya akhirnya melakukan pementasan di gedung Teater Arena Institut Seni
Indonesia Padangpanjang, panggung di bagi menjadi 2 setting, sebelah kanan
penonton di ubah menjadi kamar tidur disana terdapat meja belar, cermin yang
besar dan tempat tidur sederhana serta begitu banyak buku-buku dan photo RA
Kartini yang di gantung, dan disebelah kiri di sulap menjadi kelas belajar
disana.
Lampu
mulai terang terlihat sosok Kartika dikamar sedang bersiap kesekolah ia sedang
berbicara dengan Mama nya yang selalu sibuk dengan urusan kantor sihingga sosok
Kartika kurang mendapat kasih sayang dari orang tua nya apa lagi ia masih duduk
di bangku SMA, di sekolah Kartika mendapat perlakuan kasar dari taman-temannya
hal ini di sebabkan oleh penampilan kartika yang cupu dan jauh dari tren
perkembangan jaman sehingga ia sering menjadi bahan ejekan teman-temannya
sementara mereka berpenampilan modern serta fasion nable dan juga dengan
pergaulan bebas mereka, ini tentulah sangat bertolak belakang dari Kartika yang
berpenampilan apa adanya.
Menangis
sendiri di dalam kamar dengan memandang photo RA Kartini hal ini lah yang
sering ia lakukan apabila mendapat ejekan dari teman-temannya di sekolah,
Kartika yang begitu mengagumi sosok RA Kartini hingga suatu ketika saat ia
sedih ia beralusinasi ingin bertemu dengan RA Kartini, alusinasi Kartika
berjalan saat sosok kartini keluar dari cermin yang berada di dalam kamar nya
saat sosok Kartini muncul alangkah kagetnya Kartika tak lama kemudian ia
langsung memeluk Kartini dan menceritakan semua keluh kesal yang terjadi dalam
hidup nya baik dalam keluarga maupun lingkungan sekolah, ia menceritakan sosok
perempuan pada saat sekarang ini yang terbawa oleh arus medernisasi
perkembangan zaman dari segi pergaulan, akhlak serta tata cara berpakaian
sungguh sangat jauh berbeda dari harapan Kartini.
Dalam
hal ini Sutradara menghadirkan sosok misterius dengan busana serba hitam dan
memegang sebuah pisau yang hadir dalam kelas, satu persatu teman-teman yang
selalu menindas kartika mati terbunuh oleh sesosok misterius itu, kematian
teman-teman Kartika tersebut yang di anggap tidak wajar tentulah menjadi tanda
tanya besar bagi Kartika dan ia melontarkan pertanyaan tersebut kepada Kartini
siapa sebenarnya pelaku di balik semua ini dan Kartini menjawab mereka memang
pantas mendapatkan nya dan itulah ganjaran bagi seorang wanita yang terlalu
larut dengan perkembangan zaman sehingga dia lupa dengan kodrat nya sebagai
perempuan yang baik dan benar menjunjung tinggi nilai serta norma-norma wanita
Indonesia.
Beberapa
adegan sempat membuat penonton terkejut dan memiliki pandangan yang berbeda
tentang sosok Kartini pada saat Kartini datang menemui Kartika di kamarnya dan diwaktu
Kartini merasa capek hingga ia bebaring di tempat tidur Kartika, Kartika
menemukan sebuah pisau bedarah dan sehelai kain hitam hal demikian tentulah
menjadi tanda tanya besar dalam pikiran Kartika orang yang selama ini menjadi
panutan dan inpirasi, sekarang hadir dengan membawa pisau yang berlumuran darah
dan sebuah kain hitam, siapa sebenarnya sosok dari Kartini ? pertanyaan
tersebut ialah menjadi sebuah pertanyaan besar oleh penonton yang menyaksikan
pertunjukan Kartini Berdarah. Hal ini tentulah membuat karakter tokoh Kartini
menjadi ambigu dimata penonton padahal dalam keseharian kita mengenal sosok
dari Kartini yang begitu santun, sapan, pintar serta menjunjung tinggi nilai
dan norma ketimuran.
Sutradara
Maya menghadirkan adegan pembunuhan yang dilakulan oleh RA Kartini dengan
berpendapat karena melihat perkembangan jaman pada saat sekarang ini yang
semakin hari semakin maju dan dengan datang nya arus modernisasi manusia
khususnya perempuan sering larut dan terbuai dengan arus tersebut, sehingga mereka
lupa dengan norma-norma serta nilai-nilai yang di pegang erat oleh wanita
timur, seperti teman-teman kartika yang terkenal dengan pergaulan bebas dan
suka kasar juga tata cara berpakaian mereka yang begitu tidak sesuai untuk kaum
wanita Indonesia, adegan pembunuhan yang dilakukan di atas panggung saat
pertuntukan tersebut tentulah bukan pembunuhan yang kita kenal dalam keseharian
tetapi adegan tersebut sebagai simbol bahwa manusia pada saat sekarang ini
susah untuk membuka mata hatinya untuk menerima kebenaran hati mereka begitu
keras bagaikan batu.
Adegan
pembunuhan tersebut bermaksud mengubah nilai-nilai serta norma yang tidak
sesuai pada cerminan perilaku wanita Indonesia, disini sutradara tidak
mempermasalahkan perkembangan jaman dan arus modernisasi yang masuk namun ini
tergantung terhadap individu tersebut bagaimana menangapai serta memilah
perubahan tersebut karena tidak semua arus modernisasi yang masuk memberikan
dampak positif terhadap wanita Indonesia, penyadaran dan motivasi positif untuk
memberi rohani penonton. Inilah yang harus di pertahankan dalam sebuah
pementasan teater, sehingga teater tidak disamakan dengan hiburan kebanyakan.
Pada
adegan terakhir saat Kartika bunuh diri menusuk pisau ke perutnya suasa pun
merubah menjadi duka serta isak tangis pecah dari Mama Kartika, selang waktu 3
menit ternyata di sekaliling penonton telah berdiri orang-orang memegang lilin
dan berjalan ke atas panggung sambil menyanyikan lagu Ibu Kartini suasana
semakin lengkap dengan adanya pembacaan Puisi hingga membuat penonton larut
dalam pertunjukan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar